Selasa, 27 Agustus 2013

KRISIS FINANSIAL DAN PROSPEK BIODIESEL PADA PEMBANGKIT LISTRIK



Bulan Agustus 2013 ini Indonesia mengalami “Krismon Kecil”.  Mudah-mudahan memang krisis moneternya sudah berlalu. Kecil, kalau kita bandingkan dengan dengan krisis yang terjadi pada tahun 1997 – 1998. Mungkin karena kita merasa sudah biasa, dan juga banyak dari kita yang merasakan badai pada tahun 1998, maka sekarang mulai merasa tenang. Mungkin karena kita bukan ahli ekonomi dan tidak tahu apa yang terjadi, kok kayaknya rasanya  “badai sudah berlalu”. Mudah-mudahan.

Padahal lumayan sekali , krisis yang terjadi. Selama seminggu, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika anjlok dari Rp 10.000 menjadi Rp 11.000. Kalau dihitung dari satu atau dua bulan terakhir, kira-kira terjunnya dari Rp 9.000,- per US Dollar menjadi Rp 11.000 per US Dolar. Indeks harga saham juga terjun bebas. Saya coba lihat data, malah pada tanggal 21 Mei 2013 nilainya di angka 5.200. Mungkin nilai puncaklah. Pada pertengahan Juli di angka 4.700 sampai 4.800. Pagi ini saya lihat data penutupan IHSG tanggal 26 Agustus 2013 kemarin di angka 4.120. Artinya, kalau anda punya uang Rp 10 juta dengan kurs Rp 9.000, per USD, maka Rp 10 juta itu sama dengan 1.111 USD, tapi karena kursnya sekarang Rp 11.000,- maka uang anda tersebut ekivalen jadi 909 USD, atau turun 18,2 %. Daya beli anda juga turun sekitar segitu karena kebanyakan barang harganya terkait dengan harga impor, termasuk juga produk pertanian seperti tempe yang bahan bakunya kacang kedele.

Kalau uang anda tersebut diinvestasikan di saham, keadaannya sama juga. Uang atau nilai kekayaan anda turun dari 5.000 ke 4.120 atau 17,6 persen. Tapi memang itulah saham, ada risiko naik dan ada kalanya turun. Makanya kalau kita mau beli saham, pasti ada peringatannya : investasi ini adalah investasi yang berisiko. Bisa naik atau untung, namun ada kalanya saat ekonomi memburuk, nilai saham juga ikut turun. Kalau nilai saham yang kita miliki melonjak naik, maka kita akan bersorak-sorai.

Terlalu banyak latar belakang atau pembukaannya nih. Sebenarnya saya mau bicara tentang biodiesel. Karena pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2013, pemerintah telah mengumumkan 4 paket kebijakan ekonomi untuk mengatasi guncangan perekonomian yang terjadi sejak awal Agustus. Salah satu paket ekonmi tersebut adalah dengan cara memperbaiki deficit transakasi berjalan dan memperbaiki nilai rupiah. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi nilai impor.  Salah satunya disebutkan dengan cara menurunkan impor migas dengan memperbesar biodiesel dalam solar untuk mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor.

Difinisi Biodiesel
Berbicara tentang biodiesel, saya coba cari referensinya, yaitu ke Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Saya ambil definisi-definisi dari Permen tersebut sebagai berikut :
·         Bahan bakar nabati (biofuel) adalah bahan bakar yang berasal dari bahan-bahan nabati dan atau dihasilkan dari bahan-bahan organic lain.

·       Biodiesel (B100) adalah produk Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau Mono Alkyl Ester yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomassa lainnya yang diproses secara esterifikasi· Bioetanol (E100) adalah produk etanol yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomasa  lainnya yang diproses secara bioteknologi.Sedang ·         Minyak Nabati Murni (0100) adalah produk yang dihasilkan dari bahan baku nabati yang diproses secara mekanik dan fermentasi.

Jadi bahan bakar nabati itu ada yang namanya biodiesel, bioetanol dan minyak nabati murni. Disini kita hanya bahas yang namanya biodiesel. Supaya lebih fokus. Untuk biodiesel ini saya punya beberapa bahan bacaan atau literature yang sudah saya pelajari.  Dalam peraturan menteri ESDM tersebut diatur bahwa badan usaha pemegang izin usaha niaga bahan bakar minyak dan pengguna langsung bahan bakar minyak wajib menggunakan bahan bakar nabati. Khususnya untuk pemakaian biodiesel diatur tahapan sebagai  berikut :
Pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan Biodiesel (B100)
Jenis Sektor
Januari 2009
Januari 2010
Januari 2015
Januari 2020
Januari 2025
Transportasi PSO
1%
2,5%
5%
10%
20%
Transportasi Non PSO
1%
3%
7%
10%
20%
Industri dan Komersial
2,5%
5%
10%
15%
20%
Pembangkit Listrik
0,25%
1%
10%
15%
20%

Biodiesel adalah bahan bakar yang memiliki karakteristik mirip HSD (High Speed Diesel) atau lebih kita kenal sebagai solar. Jadi untuk memanfaatkannya biodiesel dicampur dengan solar dan dipakai sebagai bahan bakar, baik untuk kendaraan (transportasi) yang mempergunakan mesin (engine) diesel, mesin industri atau mesin diesel pembangkit listrik.

Proses pabrikasi bio diesel dilaksanakan dengan mengkonversi minyak tumbuhan dan atau lemak menjadi fatty acid methyl esters (FAME) dengan reaksi tranesterfirication (Sumber : PLN Puslitbang, Laporan Penelitian Biosolar, 2007).

Jadi dari gambar skema di atas terlihat bahwa bahan baku untuk biodiesel dapat berasal dari  Vegetable Oil atau Animal Fat. Namun umumnya berasal dari vegetable oil yang tersedia cukup banyak. Hasil dari proses esterifikasi tersebut adalah Biodiesel murni (Pure Biodiesel) atau singkatnya disebut sebagai B100. Nah, campuran antara Biodiesel murni disebut sesuai dengan kadar biodiesel murni pada campuran tersebut. Sehingga kalau campurannya B100 (FAME) sebanyak 5 % dan minyak solar (HSD) sebanyak 95 %, maka disebut B5.  Kalau B10 berarti campuran FAME 10 % dan HSD 90 %.
Penggunaan Biodiesel sebagai Bahan Bakar
Pada prakteknya penggunaan biodiesel secara teknis telah teruji dan dapat dipakai sebagai bahan bakar pengganti minyak solar (HSD).  Untuk sektor transportasi pada berbagai SPBU umumnya dijual B5 atau B7,5. Jadi untuk mesin atau engine diesel penggunaan biodiesel sampai kadar 7,5 % FAME tidak akan mengalami masalah. Di lingkungan PLN juga pernah dilakukan uji coba B5 sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan dapat bertoperasi dengan baik. Bahkan PLN Puslitbang bersama dengan PLN Sektor Bandar Lampung pernah mengadakan penelitian uji coba operasi PLTD dengan bahan bakar PPO (Pure Palm Oil) dengan campuran PPO sampai 80 %, dan PLTD masih dapat beroperasi dengan baik.

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel


Memang untuk dapat lebih meyakinkan, untuk mengoperasikan mesin diesel dengan campuran biodiesel dengan kandungan FAME yang tinggi, masih perlu dilakukan uji coba dan penelitian lanjutan sehingga dapat diyakini bahwa secara teknis pengoperasian tersebut baik dan tidak menimbulkan kerusakan mesin atau material. Namun paling tidak telah teruji penambahan B100 sampai misalnya kadar 20 atau 30 persen tidak menimbulkan kerusakan pada pembangkit listrik tenaga diesel. Dengan demikian sebagai  bahan bakar engine atau mesin diesel pada kendaraan bermotor (transportasi) serta sektor industri dengan sendirinya akan dapat menggunakan Biosolar sampai kadar 20 atau 30 %. 

Namun pada pembangkit listrik, selain untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), HSD juga dipakai sebagai bahan bakar pada PLTG (pembangkit listrik tenaga gas). Pada tahun 2009 PLN pernah melakukan uji coba menggunakan B5 sebagai bahan bakar PLTG. Namun hasilnya tidak memuaskan karena penggunaan B5 sebagai bahan bakar PLTG menyebabkan turunnya daya mampu serta terjadinya erosi pada bilah sudu PLTG yang jika berlanjut berpotensi menyebabkan kegagalan komponen utama turbin gas. Dengan demikian untuk penggunaan Biosolar sebagai bahan bakar PLTG masih memerlukan penelitian yang mendalam sebelum diputuskan metode penggunaan yang aman terhadap komponen mesin serta ekonomis.


Namun memang sebenarnya sasaran PLTG bukanlah beroperasi dengan bahan bakar HSD. PLTG dengan bahan bakar HSD sangat mahal dan harus dihindari. PLTG haruslah beroperasi dengan bahan bakar gas yang biayanya jauh lebih murah. Jadi opsinya adalah bagaimana seoptimal mungkin mengganti bahan bakar HSD pada PLTD dengan Biosolar , termasuk juga memakai biosolar dengan kadar FAME yang semakin tinggi.
Prospek Penggunaan Biodiesel
Mengacu pada pentahapan pemakaian biodiesel yang tercantum pada Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 di atas, maka tercantum untuk pembangkit listrik tahapan sebagai berikut : tahun 2010 : 1 % , tahun 2015 : 10 % , tahun 2020 : 15 %, dan tahun 2025 : 20 %.  Kalau dijabarkan untuk tahun 2013  sekarang, jika memakai angka yang sama dengan tahun 2010 yaitu 1 %, mungkin masih tercapai. Penggunaan B100 sebesar 1 % kan artinya sebanyak 20 % bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga diesel menggunakan B5 serta 100 % PLTG menggunakan bahan bakar gas atau dilarang memakai HSD. Sebenarnya target yang realistis juga, meskipun hal tersebut tergantung ketersediaan B5, apakah tersedia di lokasi PLTD yang umumnya berada di kota-kota kecil di luar pulau Jawa.

Namun untuk target bulan Januari tahun 2015, sangat luar biasa besarnya, yaitu naik sepuluh kali lipat, menjadi 10 % penggunaan B100. Tanpa krisis finansial saja telah luarbiasa besarnya, apalagi dengan adanya krisis finansial dimana pemerintah khusus meluncurkan program untuk meningkatkan penggunaan biodiesel. Arti 10 % penggunaan B100 tersebut sama dengan 100 % PLTD beroperasi dengan bahan bakar B10.  Gatra News pada tanggal 25 Agustus 2013 malah memberitakan bahwa Wakil Menteri ESDM menyampaikan bahwa pemerintah akan mewajibkan PLN dan industri untuk memakai FAME dalam persentase tertentu. Kalau 40 % dari solar yang dipakai PLN sebanyak 5-6 juta kiloliter diganti dengan FAME, maka angkanya 2,4 juta kiloliter sehingga akan banyak mengurangi subsidi. (dari : http://www.gatra.com/ekonomi-1/37196-tekan-impor-solar-pemerintah-paksa-bumn-pakai-biosolar.html  tanggal  27 Agustus 2013).

Dengan demikian memang suatu tantangan yang sangat besar untuk memenuhi target pentahapan penggunaan biosolar yang tercantum pada peraturan menteri ESDM no 32 tahun 2008 tersebut. Apalagi dengan adanya rencana untuk menerbitkan revisi yang akan menaikkan target penggunaan biosolar tersebut sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan devisa untuk impor bahan bakar. Januari tahun 2015 hanya tinggal 17 bulan lagi. Mampukah tantangan tersebut dipenuhi. Waktulah yang akan menjawab. Semoga.

Jakarta, 27 Agustus 2013.
-------------------------------