Rabu, 19 Desember 2012

CEGAH RONTOK PLTD DENGAN “CEK DARAH”



Berdasarkan data jasa asesment PLTD yang dilaksanakan oleh PLN Puslitbang, kerusakan yang paling sering ditemui adalah rusaknya crankshaft atau poros engkol. Crankshaft adalah komponen utama pada mesin diesel dan harganya sangat mahal. Jika terjadi kerusakan atau cacat pada crankshaft maka biaya perbaikannya berupa grinding mencapai ratusan juta rupiah, disamping waktu perbaikan juga lama. Apalagi telah berkali-kali digrinding, akhirnya crankshaft harus diganti dengan crankshaft baru yang harganya milyaran rupiah. Padahal harusnya kerusakan tersebut bisa dihindari jika selalu dilakukan pengecekan minyak pelumas dengan biaya murah. Minyak pelumas pada PLTD ibarat darah pada manusia, sehingga harus rutin diperiksa agar tidak rontok.
Dalam banyak hal sebenarnya kerusakan pada crankshaft bukanlah kerusakan yang normal, kerusakan crankshaft harusnya dapat dideteksi terlebih dahulu pada saat pemeliharaan rutin, karena setiap 2 minggu atau 250 jam operasi dilakukan pengecekan atau penggantian minyak pelumas. Jika terjadi kerusakan crankshaft yang menyebabkan PLTD failure, harusnya dilakukan penelitian yang intensif untuk menilai apakah hal tersebut merupakan kerusakan normal, atau karena  kondisi minyak pelumas tidak memenuhi persyaratan.
Tulisan ini membahas tentang asesmen kerusakan crankshaft pada PLTD. Alternatif pencegahan kerusakan tersebut dengan cara check-up minyak pelumas, sehingga dapat menghemat biaya pemeliharaan dan meningkatkan time between failure PLTD.
Peran PLTD
PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) memiliki karakteristik biaya operasi yang tinggi, karena menggunakan bahan bakar HSD. Dengan harga HSD yang berkisar pada angka Rp 7.000, per kWH, sementara untuk membangkitkan listrik sebesar 1 kWH memerlukan bahan bakar sekitar 0,3 liter, maka biaya bahan bakar untuk membangkitkan 1 kWH listrik pada PLTD mencapai kisaran Rp 2.100,- rupiah.
Mengingat besarnya biaya bahan bakar tersebut maka PLN memprogramkan untuk membangun pembangkit listrik dengan bahan bakar yang lebih murah, seperti PLTU dan PLTA. Namun PLTD sendiri memiliki keunggulan sifat yang tidak dimiliki oleh pembangkit jenis lainnya, antara lain pengoperasian PLTD tidak tergantung pada lokasi pembangkit serta ukuran atau kapasitas listrik yang dihasilkannya. Pembangunan PLTA atau PLTM misalnya hanya dapat dibangun pada daerah yang memiliki potensi tenaga air. Sementara pengoperasian PLTU umumnya memiliki persyaratan kapasitas minimum untuk dapat beroperasi secara efisien.
Dengan demikian untuk memasok tenaga listrik pada daerah terisolasi dengan kapasitas kecil dan tidak tersedia sumberdaya air, maka penggunaan PLTD sebagai pemasok utama tenaga listrik tidak dapat dihindarkan.
Dengan demikian merupakan hal yang sangat penting agar pengoperasian PLTD yang ada dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pemeliharaan PLTD yang efektif sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya break-down maintenance yang sangat mahal biayanya, baik biaya yang harus dikeluarkan untuk pemulihan operasi pembangkit, maupun biaya yang timbul akibat lamanya waktu pembangkit listrik tidak beroperasi pada saat proses perbaikan.
Prinsip Kerja PLTD
Seperti pada pembangkit listrik jenis lain , bagian utama PLTD adalah :
  1. Penggerak mula/Mesin Diesel
Mesin diesel termasuk mesin pembakaran dalam (internal Combustion Engine) pada kelompok motor bakar torak. Motor bakar torak memergunakan beberapa selinder yang didalamnya terdapat ”torak” yang bergerak translasi ( bolak - balik). Gerak translasi tersebut selanjutnya diteruskan oleh poros engkol menjadi gerak putar poros engkol (crankshaft).
  1. Generator dan exiter
Energi mekanik yang memutar poros mesin diesel selanjutnya dikopel dengan poros generator yang mengubahnya menjadi energi listrik.  Selanjutnya Untuk dapat membangkitkan tegangan yang dikehendaki, generator harus diberikan arus penguatan. Exiter merupakan peralatan yang memberi arus penguatan kepada generator shingga generator tersebut dapat mengeluarkan energi listrik
  1. Transformator
Trasformator atau trafo adalah peralatan yang mempunyai fungsi untuk mengubah tegangan listrik (voltage). Misalnya jika tegangan listrik yang keluar dari generator sebesar 400 V, agar dapat disalurkan lewat tegangan distribusi 20 kV, maka diperlukan trafo yang akan merubah tegangan dari 400 V menjadi 20 kV.
Bagian – Bagian Utama Mesin Diesel
Susunan bagian – bagian Mesin Diesel adalah sebagai pada gambar berikut : 
Bagian Mesin Diesel
1.   Piston dan batang penghubung (Connecting Rod).
2.   Cylinder Liner dan Blok mesin (Engine Block).
3.   Crank Shaft (poros engkol).
4.   Cam Shaft (poros bubungan).
5.   Transmission Gear (roda gigi transmisi)

Crank Shaft ( Poros Engkol )

Poros engkol adalah bagian diesel yang berfungsi untuk merubah gerak bolak    balik  menjadi gerak putar. Konstruksi poros engkol dapat dilihat pada gambar berikut : 
Poros Engkol

Untuk mendukung agar bagian-bagian yang bergerak pada poros engkol tetap berada   pada posisi atau kedudukan yang diinginkan, maka poros engkol mempunyai 3 ( tiga ) jenis bantalan yang terdiri dari :
1.      Bantalan Utama ( Main Bearing ).
2.      Bantalan Engkol ( Con-Rod Bearing ).
3.      Bantalan Geser ( Axial Bearing ).
Kerusakan Crankshaft
Berdasarkan data pekerjaan asesmen PLTD oleh PLN Puslitbang terkait dengan PLTD, sebagian besar kerusakan yang sering ditemui adalah rusaknya poros engkol. Baik pada bagian main journal maupun pada crankpin journal. Crankshaft atau poros engkol adalah komponen pada mesin diesel atau atau mesin bensin (motor bakar torak). Crankshaft mempunyai fungsi untuk meneruskan daya dari gerakan translasi menjadi gerakan rotasi. Dengan terjadinya kerusakan crankshaft, maka menyebabkan PLTD pun tidak dapat beroperasi. Untuk mengatasi kerusakan crankshaft maka harus dilakukan pemeliharaan major (major overhaul) dan dilakukan assessment kondisi crankshaft yang rusak tersebut. Proses assessment crankshaft dilakukan dengan uji penetrant, uji ovality serta uji kekerasan.
Berikut adalah gambar-gambar kerusakan pada crankshaft :
Pengukuran diameter crankpin journal
Cacat permukaan pada main journal
Pekerjaan assessment crankshaft  yang rusak biasanya meliputi : hardness, crack test, ovality dan diameter crankshaft. Sedangkan peralatan yang dipergunakan serta proses pengujian adalah sebagai berikut  :
1.   Fluorescent Dye Penetrant dan lampu Ultraviolet, untuk melihat secara visual bagian crankshaft yang cacat (cowak, retak atau tergores), atau hanya tergores.               
2.   Crack Depth Micro Gauge, untuk mengukur kedalaman retak atau cacat pada crankshaft.
3.   Microdur Hardness Tester, untuk mengukur kekerasan sekeliling poros engkol, baik di lokasi main journal maupun crankpin journal.  Jika terjadi kekerasan yang lebih tinggi dari kriteria, maka kemungkinan telah terjadi proses quenching pada permukaan tersebut.  
4.   Micrometer, mengukur diameter main journal dan crankpin journal  yang dibandingkan dengan diamketer standar, sehingga diketahui tingkat ovalitynya.
Setelah diketahui bagian yang rusak (cowak, retak, tergores), dimensinya, serta kekerasan pada crankshaft, maka dapatlah diketahui langkah-langkah yang harus dilakukan agar crankshaft tersebut dapat dipergunakan kembali. Biasanya sebelum dipakai kembali, crankshaft tersebut harus digrinding sampai diameter tidak terpengaruh cacat lagi. Dengan sendirinya bantalan pada main journal dan crankpin journal harus diganti dengan yang lebih kecil (undersize). Biaya untuk pelaksanaan proses grindin tersebut sangat mahal mencapai ratusan juta rupiah serta waktu perbaikan / waktu mesin tidak beroperasi cukup lama mencapai 2 bulan atau lebih.
Pencegahan dengan Pengecekan Pelumas
Dalam banyak hal, terjadinya kerusakan crankshaft merupakan hal yang dapat dan harus dicegah. Crankshaft adalah merupakan komponen PLTU yang harganya mahal, sedangkan proses grinding untuk  mendapatkan shaft dengan ukuran undersize juga membutuhkan biaya yang mahal. Undersize juga akan menyebabkan daya mampu pembangkit menjadi turun. Apalagi jika harus dilakukan penggantian crankshaft. Disamping mahal, kerugian yang tidak kalah besarnya dari rusaknya crankshaft adalah terhentinya operasi PLTD sehingga tidak dapat memasok listrik pada periode waktu lama.
Pencegahan kerusakan pada crakshaft dapat dilakukan secara sederhana dan murah, yaitu dengan cara disiplin menggunakan oli pelumas sesuai spesifikasinya. Serta dengan selalu memantau kondisi minyak pelumas tersebut. Karena sebagian besar  kerusakan atau rontoknya crankshaft adalah karena degradasi minyak pelumas. Jika minyak pelumas masih memenuhi spesifikasi yang ditentukan maka tidak akan terjadi kerusakan crankshaft. Dengan pengecekan minyak pelumas secara berkala juga akan diketahui apakah terdapat material logam yang tergerus.
Degradasi minyak pelumas dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan kondisi, termasuk periode penggantian  yang diperpanjang, temperatur abnormal, pelumas berkualitas rendah dan sebagainya.
Pengujian Pelumas
Untuk mencegah terjadinya kerusakan berat pada crankshaft, maka perlu dilakukan diagnosa secara berkala sebagai berikut :
  1. Pengambilan sampel pelumas.
  2. Pengujian di Laboratorium.
  3. Analisis kondisi minyak pelumas.
Untuk dapat menganalisa kondisi pelumas, terdapat peralatan Spectrometric Oil Analysis yang dapat menganalisa kondisi parameter minyak pelumas sebagai berikut :
  1. Keausan, memonitor dan memantau keausan partikel metal, kontaminasi dan bahan elemen additive pada pelumas.
  2. Kondisi pelumas, membandingkan pelumas bekas dengan pelumas baru dan menilai apakah pelumas tersebut masih dapat memberikan lubrikasi dan perlindungan yang cukup.
  3. Kebersihan pelumas, menentukan kontaminasi-kontaminasi abrasive yang dapat menyebabkan keausan.
  4. Tes-tes tambahan, mendeteksi air, antibeku dan bahan bakar yang tercampur di dalam pelumas.

Dengan melakukan pengujian contoh minyak pelumas secara berkala dan konsisten, maka jika terdapat potensi degradasi minyak pelumas yang dapat membahayakan crankshaft, maka dapat diambil tindakan secara cepat sehingga tidak terjadi kerusakan atau failure pada PLTD.
Kesimpulan :
  1. Kerusakan crankshaft pada PLTD bukanlah suatu kejadian yang normal karena menimbulkan biaya perbaikan yang besar serta waktu yang lama.
  2. Jika terjadi kerusakan crankshaft perlu dilakukan assessment secara menyeluruh untuk mencari penyebab utama kerusakan tersebut.
  3. Degradasi pada minyak pelumas sering menjadi penyebab utama rusaknya crankshaft sehingga perlu dilakukan pengecekan minyak pelumas secara teratur.
  4. Peralatan assessment saat ini mampu untuk mendeteksi kondisi minyak pelumas dan memberi peringatan dini untuk mencegah kerusakan atau rontoknya crankshaft.
                                                          Jakarta, 19 Desember 2012

Rabu, 12 Desember 2012

TEKNOLOGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU



Dipicu oleh semangat untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber energy fosil yang bersifat tidak terbarukan, serta timbulnya kesadaran  internasional terhadap isu pencemaran lingkungan seperti yang disepakati pada Protocol Kyoto atau UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) pada tahun 1997, dimana Negara-negara maju diwajibkan untuk mengendalikan dan mengurangi emisi karbon hingga turun mencapai angka sebelum tahun 1992, pemanfaatan energy baru dan terbarukan telah meningkat secara signifikan. Salah satunya adalah pemanfaatan energy angin untuk membangkitkan tenaga listrik.
Berdasarkan data yang ada hingga akhir tahun 2010 kapasitas terpasang energi angin di dunia telah mencapai 194,4 Gigawatt. Padahal pada tahun 1996 kapasitas terpasang PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu baru sebesar 6,1 Gigawatt).  Laju peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin tersebut sangat signifikan, dengan pertumbuhan rata-rata antara 13 – 20 % per tahun. Sedangkan negara-negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga bayu yang terbanyak adalah China (44.733 MW), Amerika Serikat (40.180 MW), Jerman (27.215 MW), Spanyol (20.676 MW) dan India (13.065 MW).
Sayangnya di Indonesia pengembangan teknologi listrik tenaga bayu berkembang sangat lambat, meskipun penelitian dan pemanfaatan tenaga bayu juga telah dimulai sejak tahun 1980-an,  kapasitas terpasang PLTB pada tahun 2010, baru sekitar 2 MW. Suatu jumlah yang sangat sedikit dan sangat menyedihkan. Kenapa hal tersebut terjadi ? Salah satu sebab utama lambatnya pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu di Indonesia adalah karena ketidaktahuan tentang teknologi pembangkit listrik tenaga bayu. Listrik tenaga bayu selama ini dipersepsikan sebagai tenaga listrik yang mahal, masa pembangunannya lama, bahkan disebut “angin-anginan” karena besar dan arah angin dapat berubah setiap saat.
Gambar PLTB Lepas Pantai
Dari sisi harga tentunya dalam setiap pengembangan teknologi yang baru akan lebih mahal dibandingkan  teknologi yang sudah ada. Listrik tenaga bayu akan mahal karena peralatannya masih sedikit sehingga harus diimpor atau diproduksi secara khusus. Pembangunan PLTB juga memerlukan data angin yang saat ini sangat sedikit tersedia, sehingga setiap pembangunan PLTB baru harus didahului dengan pengukuran data angin terlebih dahulu. Pengukuran tersebut memerlukan waktu beberapa bulan sehingga akan memperlama waktu pembangunannya.
Selanjutnya karakter PLTB yang tidak dapat menghasilkan listrik secara kontinyu karena tergantung dari besar dan arah angin setiap saat, sebenarnya merupakan tantangan yang dapat diatasi oleh teknologi. Secara umum memang setiap pembangkit listrik memiliki batasan-batasan operasi. PLTA akan beroperasi sesuai dengan air yang tersedia, PLTS tergantung cahaya matahari, demikian juga pembangkit listrik jenis lain akan tergantung pada pasokan bahan bakar, disamping masing-masingnya memerlukan waktu untuk pelaksanaan pemeliharaan mesin.
Prinsip Kerja PLTB
Pembangkit listrik tenaga bayu bekerja dengan memanfaatkan energi angin sebagai penggeraknya. Berdasarkan hukum kekekalan energi disebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan, energi hanya dapat berubah bentuk. Setiap benda yang bergerak – seperti udara yang bergerak- mengandung energi yang disebut energi kinetic. Jika kecepatan udara berkurang maka energi kinetiknya berkurang, namun energi tersebut tidak hilang, hanya berubah menjadi energi lain. Pada turbin angin, angin yang mengenainya akan berkurang kecepatannya, dan diubah menjadi energi bentuk lain yaitu energi mekanik. Turbin yang dihubungkan dengan generator akan menghasilkan energi listrik.  
Jumlah energi kinetic angin dapat dihitung dengan rumus berikut :
Ek =  ½ mV2 , dimana m = massa (dalam kg), v = kecepatan (dalam m/s).
Sedangkan daya angin yang melintas  tegak lurus pada turbin adalah :
P = ½ ρV3A  ,
dimana :
P = daya angin (watt), 
ρ = rho = kerapatan udara (dalam kg/m3), (1,225 kg/m3, udara permukaan laut),  
v = kecepatan angin , m/s  , 
A = Π r2 = luas lingkaran rotor dalam m2,   Π = phi = 3,1416.  r = radius rotor , m.
Suatu turbin angin akan mengurangi kecepatan angin dan merubah energi kinetiknya, namun tidak semua energi kinetic tersebut dapat diubah. Ahli fisika jerman, Albert Betz pada tahun 1919 menemukan batas tertinggi besar energi kecepatan angin yang dapat ditangkap, yaitu sebesar 16/27 atau sekitar 59 %.  Namun secara prakteknya turbin angin yang ada hanya dapat menghasilkan energi lebih rendah dari nilai hipotetis maksimum tersebut.
Daya actual yang diperoleh turbin angin adalah sebagai berikut :
P = Cp η ½ ρ V2 A
Terdapat 2 parameter baru yang ditambahkan, yaitu  :
Cp  = koefisien daya turbin
 η  =  eta  = efisiensi mekanik & elektrikal turbin.
Nilai Cp harus lebih rendah dari batas Betz. Pada prakteknya nilai tersebut tergantung pada kecepatan angin, turbulensi dan kondisi operasi; contoh nilai tersebut sekitar 44 % untuk turbin skala komersil pada kecepatan angin 10 m/s. Sedangkan kisaran η sekitar 90 %.

Bagian-bagian PLTB
Pembangkit listrik tenaga bayu adalah pembangkit yang menghasilkan listrik dengan memanfaatkan energy kinetic angin. Komponen utama dari PLTB adalah turbin angin yang akan mengubah gerakan angin menjadi putaran poros turbin, putaran turbin tersebut dihubungkan dengan generator setelah putarannya diubah oleh gearbox. Listrik yang dihasilkanselanjutnya dialirkan ke trafo. Trafo akan menaikkan tegangan listrik dan disalurkan ke jaringan distribusi. Adapun bagian-bagian typical turbin generator adalah sebagai berikut :
Komponen PLTB
 Rotor  atau bagian yang berputar turbin terdiri dari sudu (rotor blade) dan poros turbin. Poros turbin dihubungkan dengan poros generator oleh roda gigi pada gearbox sehingga putarannya sesuai dengan kebutuhan. Komponen-komponen poros turbin, gearbox, generator, termasuk system control, rem dan bantalan-bantalan terlindung dari cuaca pada rumah turbin generator (nacelle) yang juga berfungsi untuk mengurangi kebisingan mekanik
Komponen nacelle dan sudu turbin disangga oleh menara yang merupakan struktur baja yang kuat untuk menahan beban berat, beban putar dan angin besar. Untuk PLTB berkapasitas besar menara tersebut biasanya berbentuk tabung dan dilengkapi tangga untuk akses pemeliharaan turbin dan generator. Selain sebagai penyangga, adanya menara juga akan memungkinkan turbin terpapar pada aliran angin yang lebih cepat yang berada pada lapisan atas.
 Pada kaki menara atau tower dilengkapi fondasi dari beton yang diperkuat baja tulangan. Pada daerah rawa atau di lepas pantai, fondasi harus ditopang tiang pancang.  
Komponen Lainnya :
Komponen utama turbin angin adalah sudu turbin, gearbox, generator dan rumah. Namun agar PLTB dapat berfungsi secara efektif dan efisien, maka dewasa ini umumnya turbin-turbin ukuran medium dan besar yang dioperasikan secara komersil, umumnya dilengkapi dengan peralatan-peralatan tambahan sebagai berikut :
  1. Yaw (pengatur arah poros turbin) mempunyai fungsi untuk memutar arah turbin sehingga berhadapan pada sudut 90 º menyongsong angin datang. Dengan posisi tersebut maka energy yang angin yang diterima akan maksimal. Jika kecepatan angin yang terlalu tinggi, maka yaw dapat mengubah arah rotor turbin agar terhindar dari kerusakan.
  2. Up-wind turbin : Adakalanya arah angin yang datang tidak parallel dengan permukaan laut, pada turbin yang modern dilengkapi dengan pengatur sudut yang akan menyongsong arah angin.
  3. Cut-in speed  : adalah kecepatan angin minimum dimana turbin mulai menghasilkan atau membangkitkan tenaga listrik. Biasanya produksi energy listrik diatur mulai kecepatan angin lebih besar dari 4 m/ detik.
  4. Cut-out speed  : adalah kecepatan angin maksimum dimana turbin harus shut-down dan mengubah arah  untuk melindungi dari kerusakan akibat terlalu cepatnya aliran angin. Biasanya cut-out speed diatur pada kecepatan 25 m/ detik.
  5. Variable-speed turbine : beberapa turbin dilengkapi pengatur elektronik yang memungkinkannya dapat mengoptimalkan daya output dengan mengatur kecepatannya, contohnya antara 10 sd 20 rpm. Type lainnya variasinya hanya kecil atau tidak dapat diatur sama sekali. Turbin dengan variable speed akan menaikkan kecepatannya jika kecepatan angin meningkat untuk mengoptimalkan efisiensi aerodinamiknya
  6. Variable-blade pitch  : turbin yang dapat mengatur sudut sudunya (pitch) sehingga dapat mengoptimalkan unjuk kerjanya.
Perkembangan Teknologi
Pembangkit listrik tenaga bayu merupakan pemanfaatan energy terbarukan yang berkembang sangat pesat pada decade terakhir. Selain dari segi kapasitasnya, teknologi PLTB juga maju dengan sangat pesat. Kemajuan teknologi tersebut mencakup kapasitas pembangkit listrik, turbin kecepatan rendah, efisiensi serta teknologi konstruksi PLTB di lepas pantai.
  1. Kapasitas PLTB :
Kapasitas satu unit pembangkit listrik tenaga bayu sekarang semakin meningkat. Pada skala komersil sekarang dikenal 3 ukuran, yaitu untuk skala residensial, medium dan komersil. Skala residensial memiliki kapasitas di bawah 30 kW dengan diameter turbin 1 – 13 meter dan tinggi menara antara 18 sampai 37 meter. PLTB ukuran medium memiliki kapasitas antara 30 sampai 500 kW, dengan diameter turbin 13 – 30 meter dan tinggi menara antara 35 – 50 meter. Sedangkan untuk skala komersil kapasitasnya antara 500 kW sampai 2 MW, diameter turbin 47 – 90 meter, sedangkan tinggi menara antara 50 sampai 80 meter. Namun berbagai perusahaan di Eropa, Amerika, India dan China terus mengembangkan untuk memproduksi turbin angin dengan ukuran lebih besar mencapai kapasitas 5 MW per turbinnya.
  1. Turbin kecepatan rendah
Mengingat kecepatan angin pada berbagai tempat tidak sama, maka untuk dapat memanfaatkan semaksimal mungkin aliran angin, termasuk yang berkecepatan rendah, maka saat ini berbagai penelitian dilakukan untuk penyempurnaan desain LSWT (low speed wind turbine). Pengembangkan untuk meningkatkan performance LSWT dilakukan dengan penyempurnaan aspek aerodinamika turbin angin.
  1. Efisiensi 
Untuk meningkatkan efisiensi PLTB sehingga dapat memanfaatkan energy angin yang ada, maka diterapkan berbagai teknologi seperti teknologi material untuk medapatkan material yang cocok bagi sudu turbin, poros dan generator. Teknologi pengaturan atau control, berupa pengaturan yaw, up-wind, cut-in speed, cut-out speed, variable-speed dan variable-blade pitch,
  1. Konstruksi lepas pantai
Pengembangan teknologi konstruksi PLTB di lepas pantai merupakan kegiatan yang sangat banyak dilakukan oleh negara-negara maju dalam pengembangan tenaga bayu. Hal tersebut disebabkan karena angin yang bertiup di daratan  mempunyai banyak hambatan geografis, sehingga kecepatan dan intensitasnya lebih kecil dari angin yang bertiup di laut atau lepas pantai. Dengan demikian pengembangan teknologi untuk memasang PLTB di lepas pantai atau laut semakin maju, yaitu dengan semakin besarnya ukuran PLTB per unitnya. Pengembangan teknologi tersebut juga mencakup metoda konstruksi fondasi, transmisi kabel laut, hydrodynamic load dan struktur tower.
Catatan Akhir
Dengan melihat telah begitu majunya perkembangan teknologi dan pemanfaatan energy angin pada pembangkit listrik tenaga bayu di berbagai Negara. Kita perlu memikirkan bagaimana caranya agar di Indonesia energy angi juga dapat dimanfaatkan, karena semakin lamasumber-sumber energy yang berasal dari fosil akan semakin langka dan habis, sementara kebutuhan manusia akan energy tetap meningkat seperti deret ukur.
Dari sisi kegiatan penelitian dan uji coba pengembangan PLTB telah banyak dilakukan sejak tigapuluh tahun yang lalu. Namun dalam implementasi secara komersil hal tersebut sulit dilakukan karena dalam pembangunan pembangkit ini langsung berhadapan dengan pembangkit jenis lain yang telah berkembang sejak berpuluh bahkan ratus  tahun yang lalu. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar fosil yang disubsidi. Jelas harga listrik yang dihasilkan oleh PLTB akan lebih mahal dibandingkan pembangkit lain.
Oleh sebab itu diperlukan dukungan dari pemerintah agar pada tahap awal pengembangannya tidak dihitung hanya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan listrik per kWH dari pembangkit ini. Harga listrik tersebut dengan sendirinya akan turun jika telah tercapai skala ekonomi dalam pengembangan PLTB. Jadi seperti ayam dan telur, yang mana duluan. Jika harga listrik dari PLTB dituntut lebih rendah dari pembangkit jenis lain, maka tidak akan ada pembangunan PLTB di Indonesia.
Namun ada jalan tengah untuk mengembangkan PLTB, misalnya dengan menerapkan proporsi pengembangan PLTB disbanding pembangunan pusat listrik yang lain. Misalnya dalam waktu 10 tahun dari sekarang kapasitas terpasang PLTB sebesar 1 % total pembangkit listrik. Angkanya akan sangat luar biasa, 1 % dari 50.000 MW berarti 500 MW.  Kalau 2 per mil misalnya, kisarannya akan mencapai 100 MW. Suatu jumlah yang cukup signifikan dan jika terealisir akan dapat memajukan pemanfaatan energy angin di Indonesia dan dapat berkompetisi dengan berbagai pembangkit listrik yang lain.
Semoga hal tersebut dapat terwujut. Bumi harus diselamatkan dari efek rumah kaca.
Jakarta, 12-12-12
------------------------
Artikel Terkait Lainnya :