Silahkan Klik Topik Lainnya :
Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik, Wisata Padang Sumatra Barat, Umroh Makkah Madinah, Wisata Singapore, Wisata Phuket Thailand, Wisata Karimunjawa, Wisata Malang Bromo, Wisata Ende Flores, Wisata Tidung Kepulauan Seribu, Wisata Pangandaran, Wisata Bandung, Wisata Malang Batu, Wisata Melaka Kuala Lumpur, Wisata Penang Malaysia
Pendahuluan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan permintaan listrik
di seluruh Indonesia, pemerintah dan PLN mengantisipasinya dengan melaksanakan proyek
percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar
batubara berkapasitas 10.000 MW.
Disamping pembangunan PLTU berbahan bakar batubara
yang berkapasitas besar tersebut, dengan daya per unit bervariasi antara 600
MW, 300 MW, 100 MW dan 50 MW), PLN juga membangun PLTU Skala Kecil dengan daya
per unit mesin 7 MW, dan 3 MW. Semua peralatan PLTU Skala Kecil tersebut
merupakan komponen dalam negri.
PLN telah membangun pembangkit listrik tenaga air
dengan berbagai kapasitas daya terpasang. Untuk PLTA besar adalah PLTA Cirata
Tahap 1 & 2 berkapasitas 1.000 MW, PLTA Saguling 700 MW, PLTA Mrica 184,5 MW, PLTA Bakaru 126 MW, PLTA Singkarak 176 MW,
PLTA Koto Panjang 114 MW, PLTA Musi 210 MW.
Sedangkan PLTA-PLTA dengan daya antara 30 sampai
100 MW, antara lain PLTA Maninjau 68 MW,
PLTA Renun 84 MW, PLTA Sipan Sihaporas 50 MW, PLTA Tulung Agung 36 MW, PLTA
Wlingi 54 MW. Adapun untuk PLTA berkapasitas di bawah 30 MW sangat banyak,
seperti Batang Agam 10,5 MW, PLTA Tes
Baru 17,6 MW, PLTA Tanggari II 19 MW.
Tulisan ini membahas tentang peluang untuk
melaksanakan manufacturing peralatan PLTA skala menengah (berkapasitas antara 10
sampai 25 MW) dapat dilaksanakan sepenuhnya (full manufacturing) dilakukan di
dalam negri dan oleh perusahaan Indonesia. Dengan adanya proyek percepatan
pembangunan pembangkit listrik tahap II potensi untuk ”full manufacturing”
tersebut sangat besar.
Klasifikasi
PLTA
Untuk menghitung peluang manufakturing PLTA di
dalam negri, maka perlu diklasifikasikan PLTA atas kapasitas terpasangnya,
karena kemampuan manufaktur tersebut sangat tergantung pada ukuran atau
kapasitas pembangkit tersebut.
Pusat Listrik Tenaga Air dapat dikatagorikan
sesuai besar daya yang dihasilkannya, Klasifikasi Listrik Tenaga Air adalah sebagai tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Listrik Tenaga Air (International Hydropower Association)
No.
|
JENIS
|
DAYA / KAPASITAS
|
1.
|
Picohydro
|
≤ 100 kW
|
2.
|
Small Scale Hydropower
|
100
kW < P ≤ 10.000 kW
|
3.
|
Medium Scale Hydropower
|
10.000 kW
< P ≤ 25.000 kW
|
4.
|
Hydropower
|
P >
25.000 kW
|
Pada dasarnya klasifikasi atau batasan-batasan antara PLTA
(besar), PLTM (minihidro) serta PLTMH (mikrohidro), masih bervariasi tergantung negara atau organisasi yang
mengurusnya. Uni Eropa
menentukan bahwa definisi dari Small Hydro adalah untuk Listrik Tenaga Air
dengan kapasitas di bawah 10 MW. Sementara masing-masing
negara-negara anggota Uni Eropa bahkan mempunyai definisi
yang berbeda, yaitu 10 MW (Portugal,
Spanyol, Yunani), 5 MW (Itali) , 8 MW (Prancis) dan 5 MW (Inggris). (Layman’s
Guide Book, European Small Hydropower Association, ).
Di China yang dikatagorikan sebagai Small Hydro Power jika kapasitasnya di
bawah 50 MW (SHP News Volume 20, Summer 2003).
Pendekatan
Pengembangan PLTA
PLTA memiliki karakter
berbeda dengan pusat listrik – pusat listrik lain seperti PLTU, PLTD dan
PLTG. Perbedaan utama selain energi
penggeraknya yang memanfaatkan energi potensial air, PLTA sangat tergantung
kepada topografi alam atau site tempat lokasi PLTA tersebut berada. Secara teknis besar kapasitas PLTA ditentukan oleh 2 parameter :
- Debit, yaitu air yang mengalir melalui turbin per satuan waktu, dan
- Head atau tinggi jatuh.
Karena kedua hal tersebut sangat tergantung pada
kondisi alam, maka untuk dapat memanfaatkan potensi energi yang ada maka
pengembangan suatu PLTA bersifat unik menyesuaikan dengan kondisi alam.
Konsekwensi dari dari keunikan setiap PLTA tersebut maka peralatan PLTA dibuat
secara khusus, sehingga harganya mahal dibandingkan pusat listrik jenis lain
yang standar dan diproduksi secara massal.
Namun dengan semakin berkembangnya teknologi serta
kapasitas daya terpasang yang semakin besar maka pendapat bahwa PLTA tersebut
bersifat unik sehingga harus didesain secara khusus (tailor made), tidak lagi
sepenuhnya benar. Pernyataan bahwa peralatan PLTA seperti turbin generator
harus didesain secara khusus dan spesifik hanya cocok jika diterapkan pada
pembangunan PLTA Skala Besar, karena pada PLTA tersebut optimalisasi potensi
tenaga air sangat penting untuk dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya untuk
PLTA dengan kapasitas sebesar 200 MW, tentunya sulit untuk melakukan
standarisasi dan produksi massal karena jumlah PLTA yang dibangun hanya sedikit
dan dengan kondisi topografi yang sangat berbeda.
Dengan demikian untuk PLTA Skala Kecil dan PLTA Skala
Menengah seyogyanya pendekatan pengembangannya dilakukan dengan cara yang
berbeda. Pendekatannya harus dimulai dengan produksi massal turbin generator,
yaitu dengan adanya standarisasi kapasitas dan jenis turbin generator. Selanjutnya baru dipasang pada site yang
cocok. Dengan pendekatan tersebut maka turbin generator dapat diproduksi di
dalam negri dengan harga yang jauh lebih murah dan kompetitif.
Potensi
PLTA Skala Menengah
Berdasarkan data yang ada pada Laporan Tahunan PT
PLN Tahun 2007, kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN di seluruh Indonesia
adalah sebesar 25.222 Mega Watt, dimana sebanyak 3.501 Mega Watt (13,88 %) diantaranya merupakan Listrik Tenaga Air
(PLTA). Suatu jumlah yang
relatif sedikit mengingat potensi listrik tenaga air di Indonesia sebesar
75.000 MW. Dengan demikian pengembangan PLTA mempunyai prospek yang sangat luas
di Indonesia.
Untuk memperhitungkan berapa besar peluang untuk
melaksanakan produksi sepenuhnya (full manufacturing) PLTA Skala Menengah di
dalam negri, penulis mencoba mengolah data Hydropower Inventory in Indonesia
yang dibuat oleh Direktorat Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN pada tahun
2004. Penulis membuat tabel potensi listrik tenaga air skala menengah di
Indonesia, yaitu dengan kriteria : 1. Kapasitas antara 10,00 MW s/d 25,00
MW, dan 2. Type PLTA adalah Run of River (ROR).
Sebagaimana tabel 3 berikut :
Tabel 3 : Potensi PLTA Skala Menengah, Kapasitas
10 s/d 25 MW, Type ROR.
No.
|
Nama PLTA
|
Daya (MW)
|
Jumlah Unit a’ 5 MW
|
Propinsi
|
Type
|
Status
|
Tahun
|
1.
|
Ketambe-2
|
19,40
|
4
|
NAD
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
2
|
Sibubung-3
|
22,60
|
4
|
NAD
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
3
|
Kluet-3
|
23,80
|
5
|
NAD
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
4
|
Gunung-2
|
22,60
|
4
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
5
|
Ordi-3
|
18,40
|
4
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
6
|
Renun-3
|
19,80
|
4
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
7
|
Renun-4
|
20,80
|
4
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
8
|
Renun-6
|
22,40
|
4
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
9
|
Silau-1
|
27,40
|
5
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
10
|
Siria
|
16,50
|
3
|
Sumut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
11
|
Air tuik
|
24,80
|
5
|
Sumbar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
12
|
Anai-1
|
19,10
|
4
|
Sumbar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
13
|
Gumanti-1
|
15,80
|
3
|
Sumbar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
14
|
Sirantih-1
|
18,30
|
4
|
Sumbar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
15
|
Padang guci-2
|
21,00
|
4
|
Bengkulu
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
16
|
Tebo-2
|
24,40
|
5
|
Bengkulu
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
17
|
Endikat-2
|
22,00
|
4
|
Sumsel
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
18
|
Cibareno
|
17,50
|
3
|
Jabar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
19
|
Cimandiri-1
|
24,40
|
5
|
Jabar
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
20
|
Rowopening
|
19,60
|
4
|
Jateng
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
21
|
Kesamben
|
16,70
|
3
|
Jatim
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
22
|
Tamboli
|
20,80
|
4
|
Sultra
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
23
|
Poigar-3
|
14,00
|
3
|
Sulut
|
ROR
|
FS
|
1986
|
24
|
Sawangan
|
14,00
|
3
|
Sulut
|
ROR
|
FS
|
1999
|
25
|
Bone-3
|
20,40
|
4
|
Sulut
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
26
|
Tina
|
22,80
|
4
|
Maluku
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
27
|
Beburung
|
22,00
|
4
|
NTB
|
ROR
|
FS
|
1990
|
28
|
Putih
|
16,00
|
3
|
NTB
|
ROR
|
FS
|
1995
|
29
|
Wai Racang
|
15,00
|
3
|
NTT
|
ROR
|
FS
|
1999
|
30
|
Parainglala
|
14,90
|
3
|
NTT
|
ROR
|
SCRND
|
1999
|
Jumlah
|
579,20
|
116
|
Penulis sengaja memilih PLTA type Run-of-river
untuk ditampilkan karena PLTA jenis ini pengembangannya lebih sederhana
dibandingkan type waduk (reservoir) yang memerlukan pembebasan tanah yang lebih
luas. Namun secara teknis dari sisi produksi turbin dan generator antara type
ROR dan type reservoir tidak terdapat perbedaan.
Dari tabel di atas terlihat terdapat 30 lokasi
PLTA Skala Menengah dengan total potensi kapasitas sebesar 579,20 MW. Jika kita mencoba membuat standar turbin
generator dengan kapasitas standar sebesar 5 MW, maka diperkirakan akan dapat
diproduksi sebanyak 116 unit turbin generator dengan kapasitas masing-masing 5
MW.
Tentunya mengingat karakteristik PLTA yang sangat
tergantung pada kondisi site nya, maka tidak mungkin hanya memproduksi 1(satu) type turbin generator set untuk sejumlah 116
unit turbin generator PLTM tersebut, namun
kita bisa memilah atau menstandarisasikan, misalnya menjadi 4 jenis atau
type turbin namun dengan kapasitas generator yang sama yaitu 5 MW, dengan
demikian maka jumlah unit per jenis turbin generatornya masih cukup besar dan
ekonomis untuk diproduksi secara massal.
Dengan pendekatan kapasitas turbin dan generator
yang standar sebesar 5 MW per unitnya, maka kapasitas PLTA yang dibangun memang
tidak persis sama dengan kapasitas yang tercantum pada Hydropower Inventory
tersebut. Misalnya PLTA Ketambe-2 yang kapasitasnya 19,40 MW menjadi 4 x 5 MW
atau 20 MW, PLTA Sibubung-3 dari 22,6 MW menjadi 20 MW dan seterusnya.
Kemampuan
Industri Dalam Negri
Secara teknis saat ini pabrikan dalam negri telah
memiliki kemampuan untuk melaksanakan manufakturing PLTA Skala Menengah di
dalam negri secara penuh. Demikian juga untuk rekayasa atau desain PLTA Skala
menengah tersebut.
Jika kita melihat sejarahnya pada tahun 1970 an
PLN LMK (sekarang PLN Litbang) telah mendesain PLTM-PLTM, dan PLTM tersebut
difabrikasi oleh industri dalam negri. Jumlah PLTM terpasang hasil desain
PLN-JTK sebanyak 16 PLTM
dengan kapasitas sampai 1.860 HP.
Dengan pengalaman melaksanakan desain, serta
supervisi produksinya sampai konstruksinya dengan kapasitas daya sebesar 1.860
HP tersebut, kiranya tidak akan ada kesulitan bagi PLN Litbang untuk
melaksanakan desain Turbin Generator sampai kapasitas 5 MW atau lebih per
unitnya.
Sedangkan untuk proses manufaktur turbin dan
generator PLTA dengan kapasitas 5 MW atau lebih tersebut pilihannya akan lebih
banyak lagi. Manufaktur turbin sebagai komponen terpenting pada PLTA tersebut
dapat dilakukan oleh PLN Pusharlis yang memiliki kapasitas fabrikasi yang
lengkap di Dayeuh Kolot.
Komponen-komponen lain yang membentuk sistem
elektro-mekanik PLTA, misalnya generator sampai kapasitas 5 MW juga telah dapat
diproduksi oleh banyak perusahaan di dalam negri. Untuk trafo tenaga
pilihan juga lebih banyak lagi karena bahkan sampai 60 MVA telah banyak
diproduksi di dalam negri. Demikian juga halnya dengan peralatan listrik dan
kontrol. Sedangkan untuk pekerjaan metal (metal-work), yaitu pipa pesat
dan pintu air, sampai PLTA besar telah diproduksi di dalam negri.
Aspek
Ekonomi
Pembangunan pembangkit listrik, termasuk juga PLTA akan melibatkan kegiatan
ekonomi yang luas. Untuk itu diharapkan agar potensi tersebut dapat
dimanfaatkan seluas-luasnya untuk menggerakkan perekonomian dalam negri, yaitu dengan memanfaatkan
produsen peralatan dari dalam negri.
Kalau kita asumsikan secara rata-rata untuk
membangun suatu PLTA membutuhkan biaya sebesar 1,8 Juta US$ per Mega Watt, maka
untuk membangun PLTA sebesar 579,2 MW akan melibatkan dana sebesar 1.042 Juta
US$ atau sebesar Rp 10, 42 Triliun
dengan kurs 1 US$ sama dengan Rp 10.000,-.
Dari sisi pembiayaan, selama ini yang menjadi
faktor sehingga berbagai PLTA yang dibangun di Indonesia merupakan produksi
luar negri, bahkan untuk Mikrohidro sekalipun, adalah karena sumber dananya
merupakan pinjaman atau credit dari negara asing. Padahal dari sisi harga
produksi asing yang dibiayai oleh pinjaman luar negri tersebut sangat mahal
dibandingkan dengan biaya jika peralatan yang sama diproduksi di dalam negri.
Mengacu pada pola pembiayaan pada proyek
percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap pertama, dimana pembiayaannya
sebagian besar berasal dari konsorsium bank-bank nasional, maka impian untuk
dapat membangun PLTA Skala Menengah dari pabrikan dalam negri merupakan suatu
keharusan. Bahkan untuk berbagai PLTA Skala Besar juga bukan hal yang mustahil. Karena secara
teknis kita mampu dan secara ekonomis juga layak.
-------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar