Jumat, 07 Desember 2012

PELUANG PLTA BUATAN INDONESIA

Silahkan Klik Topik Lainnya :



Pendahuluan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan permintaan listrik di seluruh Indonesia, pemerintah dan PLN mengantisipasinya dengan melaksanakan proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara berkapasitas 10.000 MW.
Disamping pembangunan PLTU berbahan bakar batubara yang berkapasitas besar tersebut, dengan daya per unit bervariasi antara 600 MW, 300 MW, 100 MW dan 50 MW), PLN juga membangun PLTU Skala Kecil dengan daya per unit mesin 7 MW, dan 3 MW. Semua peralatan PLTU Skala Kecil tersebut merupakan komponen dalam negri.
PLN telah membangun pembangkit listrik tenaga air dengan berbagai kapasitas daya terpasang. Untuk PLTA besar adalah PLTA Cirata Tahap 1 & 2 berkapasitas 1.000 MW, PLTA Saguling 700 MW, PLTA Mrica  184,5 MW, PLTA Bakaru   126 MW, PLTA Singkarak  176 MW,  PLTA Koto Panjang 114 MW, PLTA Musi 210 MW.
Sedangkan PLTA-PLTA dengan daya antara 30 sampai 100 MW, antara lain PLTA Maninjau  68 MW, PLTA Renun 84 MW, PLTA Sipan Sihaporas 50 MW, PLTA Tulung Agung 36 MW, PLTA Wlingi 54 MW. Adapun untuk PLTA berkapasitas di bawah 30 MW sangat banyak, seperti Batang Agam 10,5 MW,  PLTA Tes Baru 17,6 MW, PLTA Tanggari II  19 MW.
Tulisan ini membahas tentang peluang untuk melaksanakan manufacturing peralatan PLTA skala menengah (berkapasitas antara 10 sampai 25 MW) dapat dilaksanakan sepenuhnya (full manufacturing) dilakukan di dalam negri dan oleh perusahaan Indonesia. Dengan adanya proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik tahap II potensi untuk ”full manufacturing” tersebut sangat besar.  

Klasifikasi  PLTA
Untuk menghitung peluang manufakturing PLTA di dalam negri, maka perlu diklasifikasikan PLTA atas kapasitas terpasangnya, karena kemampuan manufaktur tersebut sangat tergantung pada ukuran atau kapasitas pembangkit tersebut.
Pusat Listrik Tenaga Air dapat dikatagorikan sesuai besar daya yang dihasilkannya, Klasifikasi Listrik Tenaga Air adalah sebagai tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Listrik Tenaga Air (International Hydropower Association)
No.
JENIS
DAYA / KAPASITAS
1.
Picohydro
  ≤ 100  kW
2.
Small Scale Hydropower
 100 kW  < P ≤  10.000 kW
3.
Medium Scale Hydropower
10.000 kW  < P ≤  25.000 kW
4.
Hydropower
P >   25.000 kW

Pada dasarnya klasifikasi atau batasan-batasan antara PLTA (besar), PLTM (minihidro) serta PLTMH (mikrohidro), masih bervariasi tergantung negara atau organisasi yang mengurusnya. Uni Eropa menentukan bahwa definisi dari Small Hydro adalah untuk Listrik Tenaga Air dengan kapasitas di bawah 10 MW. Sementara masing-masing negara-negara anggota Uni Eropa bahkan mempunyai definisi yang berbeda, yaitu  10 MW (Portugal, Spanyol, Yunani), 5 MW (Itali) , 8 MW (Prancis) dan 5 MW (Inggris). (Layman’s Guide Book, European Small Hydropower Association, ).
Di China yang dikatagorikan sebagai Small Hydro Power jika kapasitasnya di bawah 50 MW (SHP News Volume 20, Summer 2003).

Pendekatan Pengembangan PLTA
PLTA memiliki karakter berbeda dengan pusat listrik – pusat listrik lain seperti PLTU, PLTD dan PLTG.  Perbedaan utama selain energi penggeraknya yang memanfaatkan energi potensial air, PLTA sangat tergantung kepada topografi alam atau site tempat lokasi PLTA tersebut berada. Secara teknis besar kapasitas PLTA ditentukan oleh 2 parameter :
  1. Debit, yaitu air yang mengalir melalui turbin per satuan waktu, dan 
  2. Head atau tinggi jatuh.
Karena kedua hal tersebut sangat tergantung pada kondisi alam, maka untuk dapat memanfaatkan potensi energi yang ada maka pengembangan suatu PLTA bersifat unik menyesuaikan dengan kondisi alam. Konsekwensi dari dari keunikan setiap PLTA tersebut maka peralatan PLTA dibuat secara khusus, sehingga harganya mahal dibandingkan pusat listrik jenis lain yang standar dan diproduksi secara massal.
Namun dengan semakin berkembangnya teknologi serta kapasitas daya terpasang yang semakin besar maka pendapat bahwa PLTA tersebut bersifat unik sehingga harus didesain secara khusus (tailor made), tidak lagi sepenuhnya benar. Pernyataan bahwa peralatan PLTA seperti turbin generator harus didesain secara khusus dan spesifik hanya cocok jika diterapkan pada pembangunan PLTA Skala Besar, karena pada PLTA tersebut optimalisasi potensi tenaga air sangat penting untuk dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya untuk PLTA dengan kapasitas sebesar 200 MW, tentunya sulit untuk melakukan standarisasi dan produksi massal karena jumlah PLTA yang dibangun hanya sedikit dan dengan kondisi topografi yang sangat berbeda. 
Dengan demikian untuk PLTA Skala Kecil dan PLTA Skala Menengah seyogyanya pendekatan pengembangannya dilakukan dengan cara yang berbeda. Pendekatannya harus dimulai dengan produksi massal turbin generator, yaitu dengan adanya standarisasi kapasitas dan jenis turbin generator. Selanjutnya baru dipasang pada site yang cocok. Dengan pendekatan tersebut maka turbin generator dapat diproduksi di dalam negri dengan harga yang jauh lebih murah dan kompetitif.

Potensi PLTA Skala Menengah
Berdasarkan data yang ada pada Laporan Tahunan PT PLN Tahun 2007, kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN di seluruh Indonesia adalah sebesar 25.222 Mega Watt, dimana sebanyak 3.501 Mega Watt (13,88  %) diantaranya merupakan Listrik Tenaga Air (PLTA). Suatu jumlah yang relatif sedikit mengingat potensi listrik tenaga air di Indonesia sebesar 75.000 MW. Dengan demikian pengembangan PLTA mempunyai prospek yang sangat luas di Indonesia.
Untuk memperhitungkan berapa besar peluang untuk melaksanakan produksi sepenuhnya (full manufacturing) PLTA Skala Menengah di dalam negri, penulis mencoba mengolah data Hydropower Inventory in Indonesia yang dibuat oleh Direktorat Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN pada tahun 2004. Penulis membuat tabel potensi listrik tenaga air skala menengah di Indonesia, yaitu dengan kriteria : 1. Kapasitas antara 10,00 MW s/d 25,00 MW, dan 2. Type PLTA adalah Run of River (ROR).  Sebagaimana tabel 3 berikut :

Tabel 3 : Potensi PLTA Skala Menengah, Kapasitas 10 s/d 25 MW, Type ROR.
No.
Nama PLTA
Daya  (MW)
Jumlah Unit a’ 5 MW
Propinsi
Type
Status
Tahun
1.
Ketambe-2
19,40
4
NAD
ROR
SCRND
1999
2
Sibubung-3
22,60
4
NAD
ROR
SCRND
1999
3
Kluet-3
23,80
5
NAD
ROR
SCRND
1999
4
Gunung-2
22,60
4
Sumut
ROR
SCRND
1999
5
Ordi-3
18,40
4
Sumut
ROR
SCRND
1999
6
Renun-3
19,80
4
Sumut
ROR
SCRND
1999
7
Renun-4
20,80
4
Sumut
ROR
SCRND
1999
8
Renun-6
22,40
4
Sumut
ROR
SCRND
1999
9
Silau-1
27,40
5
Sumut
ROR
SCRND
1999
10
Siria
16,50
3
Sumut
ROR
SCRND
1999
11
Air tuik
24,80
5
Sumbar
ROR
SCRND
1999
12
Anai-1
19,10
4
Sumbar
ROR
SCRND
1999
13
Gumanti-1
15,80
3
Sumbar
ROR
SCRND
1999
14
Sirantih-1
18,30
4
Sumbar
ROR
SCRND
1999
15
Padang guci-2
21,00
4
Bengkulu
ROR
SCRND
1999
16
Tebo-2
24,40
5
Bengkulu
ROR
SCRND
1999
17
Endikat-2
22,00
4
Sumsel
ROR
SCRND
1999
18
Cibareno
17,50
3
Jabar
ROR
SCRND
1999
19
Cimandiri-1
24,40
5
Jabar
ROR
SCRND
1999
20
Rowopening
19,60
4
Jateng
ROR
SCRND
1999
21
Kesamben
16,70
3
Jatim
ROR
SCRND
1999
22
Tamboli
20,80
4
Sultra
ROR
SCRND
1999
23
Poigar-3
14,00
3
Sulut
ROR
FS
1986
24
Sawangan
14,00
3
Sulut
ROR
FS
1999
25
Bone-3
20,40
4
Sulut
ROR
SCRND
1999
26
Tina
22,80
4
Maluku
ROR
SCRND
1999
27
Beburung
22,00
4
NTB
ROR
FS
1990
28
Putih
16,00
3
NTB
ROR
FS
1995
29
Wai Racang
15,00
3
NTT
ROR
FS
1999
30
Parainglala
14,90
3
NTT
ROR
SCRND
1999

Jumlah
579,20
116





Penulis sengaja memilih PLTA type Run-of-river untuk ditampilkan karena PLTA jenis ini pengembangannya lebih sederhana dibandingkan type waduk (reservoir) yang memerlukan pembebasan tanah yang lebih luas. Namun secara teknis dari sisi produksi turbin dan generator antara type ROR dan type reservoir tidak terdapat perbedaan.
Dari tabel di atas terlihat terdapat 30 lokasi PLTA Skala Menengah dengan total potensi kapasitas sebesar 579,20 MW.  Jika kita mencoba membuat standar turbin generator dengan kapasitas standar sebesar 5 MW, maka diperkirakan akan dapat diproduksi sebanyak 116 unit turbin generator dengan kapasitas masing-masing 5 MW.
Tentunya mengingat karakteristik PLTA yang sangat tergantung pada kondisi site nya, maka tidak mungkin hanya memproduksi 1(satu)  type turbin generator set untuk sejumlah 116 unit turbin generator PLTM tersebut, namun  kita bisa memilah atau menstandarisasikan, misalnya menjadi 4 jenis atau type turbin namun dengan kapasitas generator yang sama yaitu 5 MW, dengan demikian maka jumlah unit per jenis turbin generatornya masih cukup besar dan ekonomis untuk diproduksi secara massal.
Dengan pendekatan kapasitas turbin dan generator yang standar sebesar 5 MW per unitnya, maka kapasitas PLTA yang dibangun memang tidak persis sama dengan kapasitas yang tercantum pada Hydropower Inventory tersebut. Misalnya PLTA Ketambe-2 yang kapasitasnya 19,40 MW menjadi 4 x 5 MW atau 20 MW, PLTA Sibubung-3 dari 22,6 MW menjadi 20 MW dan seterusnya.

Kemampuan Industri Dalam Negri
Secara teknis saat ini pabrikan dalam negri telah memiliki kemampuan untuk melaksanakan manufakturing PLTA Skala Menengah di dalam negri secara penuh. Demikian juga untuk rekayasa atau desain PLTA Skala menengah tersebut.
Jika kita melihat sejarahnya pada tahun 1970 an PLN LMK (sekarang PLN Litbang) telah mendesain PLTM-PLTM, dan PLTM tersebut difabrikasi oleh industri dalam negri. Jumlah PLTM terpasang hasil desain PLN-JTK sebanyak 16 PLTM dengan kapasitas sampai 1.860 HP.
Dengan pengalaman melaksanakan desain, serta supervisi produksinya sampai konstruksinya dengan kapasitas daya sebesar 1.860 HP tersebut, kiranya tidak akan ada kesulitan bagi PLN Litbang untuk melaksanakan desain Turbin Generator sampai kapasitas 5 MW atau lebih per unitnya.
Sedangkan untuk proses manufaktur turbin dan generator PLTA dengan kapasitas 5 MW atau lebih tersebut pilihannya akan lebih banyak lagi. Manufaktur turbin sebagai komponen terpenting pada PLTA tersebut dapat dilakukan oleh PLN Pusharlis yang memiliki kapasitas fabrikasi yang lengkap di Dayeuh Kolot.
Komponen-komponen lain yang membentuk sistem elektro-mekanik PLTA, misalnya generator sampai kapasitas 5 MW juga telah dapat diproduksi oleh banyak perusahaan di dalam negri. Untuk trafo tenaga pilihan juga lebih banyak lagi karena bahkan sampai 60 MVA telah banyak diproduksi di dalam negri. Demikian juga halnya dengan peralatan listrik dan kontrol. Sedangkan untuk pekerjaan metal (metal-work), yaitu pipa pesat dan  pintu air, sampai PLTA besar telah diproduksi di dalam negri.

Aspek Ekonomi
Pembangunan pembangkit listrik, termasuk juga PLTA akan melibatkan kegiatan ekonomi yang luas. Untuk itu diharapkan agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk menggerakkan perekonomian  dalam negri, yaitu dengan memanfaatkan produsen peralatan dari dalam negri.
Kalau kita asumsikan secara rata-rata untuk membangun suatu PLTA membutuhkan biaya sebesar 1,8 Juta US$ per Mega Watt, maka untuk membangun PLTA sebesar 579,2 MW akan melibatkan dana sebesar 1.042 Juta US$ atau sebesar Rp 10, 42 Triliun  dengan kurs 1 US$ sama dengan Rp 10.000,-.
Dari sisi pembiayaan, selama ini yang menjadi faktor sehingga berbagai PLTA yang dibangun di Indonesia merupakan produksi luar negri, bahkan untuk Mikrohidro sekalipun, adalah karena sumber dananya merupakan pinjaman atau credit dari negara asing. Padahal dari sisi harga produksi asing yang dibiayai oleh pinjaman luar negri tersebut sangat mahal dibandingkan dengan biaya jika peralatan yang sama diproduksi di dalam negri.
Mengacu pada pola pembiayaan pada proyek percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap pertama, dimana pembiayaannya sebagian besar berasal dari konsorsium bank-bank nasional, maka impian untuk dapat membangun PLTA Skala Menengah dari pabrikan dalam negri merupakan suatu keharusan. Bahkan untuk berbagai PLTA Skala Besar  juga bukan hal yang mustahil. Karena secara teknis kita mampu dan secara ekonomis juga layak.

-------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar