Rabu, 13 Juni 2012

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU


Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk serta kemajuan umat manusia, maka kebutuhan energy di dunia semakin meningkat. Sementara minyak bumi yang selama ini merupakan sumber energy utama di dunia jumlahnya semakin terbatas serta harga semakin mahal. Dengan demikian maka pengembangan sumber-sumber energy alternative, khususnya yang bersifat terbarukan, mutlak harus dilakukan agar pasokan energy di masa depan tetap dapat terpenuhi. Salah satu energy alternative tersebut adalah energy angina tau energy bayu.
Tulisan ini membahas tentang teknologi energy angin, khususnya tentang pemanfaatan dan pengembangannya pada pembangkit tenaga listrik (pembangkit listrik tenaga bayu, PLTB), serta prospek pengembangan PLTB di Indonesia.
Energi angin telah dimanfaatkan manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Yaitu untuk menggerakkan kapal layar para nelayan dan pedagang. Pada abad pertengahan di Eropa, energi angin mulai digunakan untuk pertanian serta menggiling bahan makanan, seperti yang sering dijumpai di negara kincir angin, Belanda. Pada saat ini pemanfaatan energy angin sebagai pembangkit listrik telah berkembang dengan pesat, mengingat semakin terbatasnya bahan bakar fosil.
Sejak disadarinya semakin terbatas dan semakin mahalnya sumber-sumber yang berasal dari fosil maka Negara-negara maju telah sangat intensif melaksanakan penelitian dan pengembangan pemanfaatan energy angin. Sehingga dalam 10 tahun terakhir jumlah kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin telah meningkat secara sangat signifikan. Berdasarkan data yang ada hingga akhir tahun 2010 kapasitas terpasang energy angin di dunia telah mencapai 194,4 Gigawatt. Padahal pada tahun 1996 kapasitas terpasang PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu baru sebesar 6,1 Gigawatt).  Di Indonesia sendiri jumlah kapasitas terpasang PLTB pada tahun 2010, baru sekitar 1,1 MW dari potensi sebesar 9.190 MW.
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara. Tekanan udara terjadi akibat pemanasan matahari terhadap atmosfir dan permukaan bumi. Terjadinya perbedaan tekanan udara ini menyebabkan sirkulasi udara di atmosfir. Sirkulasi udara tersebutlah yang disebut sebagai angin atau bayu.  Adanya tiupan angin tersebut dapat dimanfaatkan untuk memutar kincir atau turbin angin, yang selanjutnya dipakai untuk menggerakkan generator dan menghasilkan energy listrik.  Besar daya  listrik listrik yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTB adalah sebagai rumus berikut :
P =  K  x ρ x D2 x V3  ,  dimana  :  P  =  daya PLTB
                                                    K   =  Konstanta
                                                    ρ   =  Kerapatan massa udara
                                                    D   =  Diameter turbin
                                                    V    =  Kecepatan angin
Berdasarkan rumus di atas jelaslah dalam menghitung potensi daya PLTB,  kecepatan angin merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya daya listrik yang akan diperoleh pada suatu daerah. Karena jika parameter yang lain sama, namun kecepatan angin berbeda. Misalnya Jika kecepatan angin sebesar 10 m/detik dibandingkan dengan kecepatan angin sebesar 5 m/detik, maka daya yang dihasilkan pada daerah dengan kecepatan angin sebesar 10 m/detik akan merupakan perkalian pangkat tiga dari 10 dibagi 5, atau sebesar delapan kali lipat, dibandingkan dengan daya pada daerah dengan kecepatan angin sebesar 5 m/detik.
Dengan demikian dalam membangun suatu PLTB haruslah didahului dengan terlebih dahulu mencari lokasi yang mempunyai potensi angin yang cukup.  Hal tersebut mirip dengan potensi energy pada listrik tenaga air yang sangat tergantung kepada lokasi. Pada tenaga angin juga harus dilakukan survey dan pengukuran untuk mencari lokasi yang tepat untuk membangun PLTB. Saat ini secara relative, data potensi energy angin di Indonesia tidak banyak. Berbagai instansi telah melakukan pengukuran potensi energy angin di Indonesia tersebut, misalnya LAPAN yang antara tahun 1981 sampai tahun 2003 telah memonitor sebanyak 113 lokasi di Indonesia (Pakpahan, 2003). Sedangkan PT PLN telah membangun PLTB di Nusa Penida Bali dan Pulau Selayar Sulawesi Selatan, serta melaksanakan penelitian potensi PLTB di Soe Nusa Tenggara Timur.
Data lainnya misalnya dari BMG yang mempunyai data kecepatan angin dari 70 satasiun metrologi, namun sebagian pengukuran kecepatan angin dari BMG tersebut diambil dari lokasi bandara yang biasanya dibangun pada lokasi yang kecepatan anginnya rendah. Sehingga kurang cocok untuk dibangun PLTB.  Data angin di propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu untuk pulau Sumbe dan Timor Barat,  dalam bentuk peta angin telah disiapkan oleh NREL (The National Renewable Energies laboratory) Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Winrock International.
Pengembangan di Indonesia.
Pada saat ini kendala dalam pengembangan PLTB di Indonesia adalah karena sangat terbatasnya peta potensi angin. Serta masih mahalnya peralatan pembangkit tenaga bayu tersebut. Namun mengingat terdapatnya potensi tenaga angin di Indonesia yang saat ini belum terpetakan, maka mestinya kegiatan untuk melakukan pengukuran potensi angin tersebut perlu dilakukan secara intensif agar pemanfaatan dan pembangunan PLTB dapat dilaksanakan. Hal tersebut dapat didahului dengan memilih daerah yang berpotensi untuk dibangun.
Kriteria daerah yang berpotensi untuk pembangunan PLTB misalnya adalah jika kecepatan angin mencapai 4 meter/detik, selanjutnya yang menjadi prioritas adalah jika pada daerah tersebut tidak terdapat potensi energy terbarukan lain seperti tenaga air. Juga daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil yang penduduknya relative sedikit, sehingga pada daerah tersebut alternative pembangkit listrik yang ada hanya PLTD yang biaya bahan bakarnya sangat besar. Pada daerah pulau-pulau kecil yang tidak terdapat potensi tenaga air atau panas bumi, maka biaya pembangkitan PLTB akan dapat bersaing dengan PLTD. Daerah-daerah tersebut juga berpotensi untuk dibangun pembangkit listrik dengan system hybrid, yaitu dengan mengkombinasikan PLTB dengan PLTD dan PLTS (tenaga matahari).
Pada daerah-daerah yang berpotensi tersebut sebaiknya dilakukan pengukuran besar angin secara lengkap, yang mencakup periode selama 1 tahun. Hal tersebut sangat penting untuk menentukan apakah pada lokasi tersebut dapat dibangun PLTB secara efektif dan efisien.

---------------------
Jakarta, 13 Juni 2012
Artikel Terkait Lain :

Kamis, 07 Juni 2012

PLTA POMPA (PUMP STORAGE POWER PLANT)



Silahkan Klik Topik Lainnya :

Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik,  Wisata Padang Sumatra Barat,  Umroh Makkah Madinah,  Wisata Singapore,  Wisata Phuket Thailand,  Wisata Karimunjawa,  Wisata Malang Bromo,  Wisata Ende Flores,  Wisata Tidung Kepulauan Seribu,  Wisata Pangandaran,  Wisata BandungWisata Malang Batu,  Wisata Melaka Kuala LumpurWisata Penang Malaysia

PLN  telah memutuskan untuk membangun PLTA Pompa Cisokan (Upper Cisokan Pumped Storage Plant ) yang lokasinya 40 km sebelah barat kota Bandung. Konstruksi PLTA tersebut dimulai tahun 2012, dan diharapkan unit pertama dari 4 unit yang dibangun akan komisioning pada tahun 2016. PLTA Pompa Cisokan mempunyai kapasitas total sebesar 1.040 MW ( 4 x 260 MW). PLTA Pompa Cisokan adalah PLTA jenis pompa (pump-storage pertama yang dibangun di Indonesia).
Untuk menyambut PLTA jenis pompa yang pertama di Indonesia, berikut penulis membahas tentang latar belakang, aspek teknis dan ekonomis PLTA jenis ini.

PRINSIP KERJA
Pada PLTA Pompa terdapat dua buah waduk, yaitu waduk bawah dan waduk atas. Pada saat kebutuhan beban dalam system tenaga listrik rendah, maka kelebihan daya yang tidak diserap oleh konsumen dipakai untuk memompa air dari waduk bawah ke waduk atas. Sedangkan pada saat beban puncak, air yang terkumpul pada waduk atas akan dialirkan ke waduk bawah untuk memutar turbin dan menghasilkan daya listrik untuk memenuhi kebutuhan beban puncak.

SUSUNAN INSTALASI MESIN
Pada tahap awal pengembangannya, susunan mesin pada PLTA pompa mempunyai system atau instalasi yang terpisah antara pompa dan turbin. Artinya pada suatu PLTA pompa terdapat suatu instalasi lengkap yang berfungsi sebagai turbin, serta terdapat instalasi lain yang terpisah berfungsi sebagai pompa. Pada instalasi turbin, terdiri dari peralatan-peralatan pipa pesat, turbin serta generator. Sedangkan pada instalasi yang berfungsi sebagai pompa terdapat peralatan motor, pompa dan pipa.

Pada tahap pengembangan PLTA pompa selanjutnya ,dengan semakin maju teknologi, maka system yang terpisah tersebut ditinggalkan sehingga biaya pembangunan PLTA pompa dapat ditekan lebih rendah karena tidak perlu lagi membangun instalasi mesin ganda seperti di awal pengembangannya. Dewasa ini instalasi mesin pada PLTA pompa biasanya terdiri atas 2 variasi sebagai berikut :

  1. Pada satu poros yang sama terdapat : a. pompa, b. turbin, dan c. motor dan generator yang menyatu (bersifat reversible).
  2. Pada satu poros yang sama terdapat a. pompa dan turbin yang menyatu (reversible), b. motor dan generator yang bersatu (reversible).
Untuk kedua variasi di atas, hanya terdapat satu instalasi pipa pesat dan satu buah saluran bawah (tailrace) yang dipakai secara bolak balik, baik sebagai turbin maupun pada operasi sebagai pompa.

Turbin dan pompa biasanya dipasang secara vertical untuk unit-unit berkapasitas besar dan horizontal untuk unit kecil. Kelebihan susunan variasi 1 dimana turbin dan pompa merupakan instalasi yang terpisah, dimungkinkan untuk mendapatkan efisiensi yang optimum, baik pada saat berfungsi sebagai turbin maupun pada saat pengoperasian sebagai pompa. Sedangkan jika variasi 2 yang dipilih, efisiensinya tidak seoptimum variasi 1, namun harga instalasi PLTA pompa akan lebih murah.

Suatu perkembangan yang unik dari turbin pompa adalah yang dikenal sebagai turbin pompa isogyre. Pada turbin pompa jenis ini terdapat sudu ganda, dimana sudu pompa (imoeler) terletak pada atas poros, sedangkan sudu turbin (runner) terletak di bagian bawah. Turbin dilengkapi dengan sudu pengarah (guide-vane) yang bias disetel sesuai dengan kondisi beban, sedangkan sudu pengarah pada pompa merupakan sudu tetap. Katup penutup untuk unit-unit pompa dan turbin berupa cylinder gate di bagian luar runner dan impeller, sehingga berisi udara (tidak berisi air) pada saat unit yang bersangkutan beroperasi.

Pada turbin pompa ini juga terdapat rumah keong (spiral case) yang dipakai bersama oleh pompa dan turbin untuk mengalirkan air ke impeller dan runner. Runner dan impeller mempunyai arah putaran yang sama, sehingga perubahan fungsi instalasi dari turbin menjadi pompa atau sebaliknya dapat dilakukan secara cepat.

PERSYARATAN TEKNIS
Secara teknis persyaratan suatu PLTA pompa umumnya sama dengan persyaratan teknis PLTA konvensional lainnya, yaitu adanya potensi debit aliran air (Q) dan tinggi jatuh (H) yang memadai. Namun disamping banyak karakteristik yang sama dengan PLTA konvensional, mengingat fungsinya yang khusus, PLTA pompa juga memiliki berbagai syarat teknis yang berbeda yang harus diperhatikan secara khusus pada tahap perencanaannya.

Syarat-syarat khusus PLTA pompa tersebut antara lain adalah adanya waduk atas dan waduk bawah, persyaratan elevasi, serta kapasitas waduk dan headnya. Secara singkat syarat-syarat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.   Waduk atas dan waduk bawah.
Kekhususan PLTA pompa yang membedakannya dengan PLTA konvensional adalah PLTA jenis ini memerlukan dua buah waduk dalam pengoperasiannya, yaitu waduk atas dan waduk bawah. Pada saat beban rendah dilakukan pengoperasian pompa untuk menaikkan air dari waduk bawah ke waduk atas. Sebaliknya pada saat beban puncak maka air yang berada di waduk atas di alirkan ke waduk bawah untuk memutar turbin yang menggerakkan generator dan menghasilkan energi listrik.
2.   Persyaratan elevasi turbin dan pompa.
Secara teknis harus diperhitungkan agar letak pompa/turbin harus pada elevasi yang lebih rendah dari elevasi waduk bawah. Dengan elevasi turbin/ pompa yang lebih rendah tersebut maka diharapkan dapat dihindari timbulnya kavitasi yang akan menyebabkan hilangnya energi yang besar serta kerusakan pada sudu turbin dan pompa. Terlebih-lebih pada saat pengoperasian pompa untuk mengalirkan air dari waduk bawah ke waduk atas.

Pada saat operasi pemompaan tersebut dipersyaratkan adanya perbedaan elevasi yang minimum antara sudu pompa dengan elevasi air pada permukaan waduk bawah. Perbedaan elevasi minimum tersebut dapat diperoleh dengan memperhitungkan tekanan atmosfir, tekanan uap jenuh serta kerugian head di dalam saluran air.
3.   Kapasitas waduk dan tinggi jatuh.
Besarnya debit air (Q) dan tinggi jatuh (H) secara langsung akan berbanding lurus dengan kapasitas terpasang PLTA. Misalnya jika terdapat potensi debit air sebesar 115 m3 per detik dan tinggi jatuh sebesar 237 meter, maka kapasitas terpasang yang dapat dibangkitkan oleh PLTA tersebut adalah :

P = 9,8 x Q x H x nT x nG x nS

P – Kapasitas terpasang dalam kW
Q  = Debit air, dalam m3 per detik
H = tinggi jatuh, dalam meter
nT  = Effisiensi turbin, misalnya diambil 90 %
nG = Efisiensi generator, diambil 98 %
nS = Efisiensi saluran air, misalnya  90 %

maka,   P  =  9,8 x 115 x 237 x 0,90 x 0,98 x 0,90
                  =  212.023  kW =      212,02       MW.

Setelah diketahui berapa debit air yang diperlukan untuk membangkitkan listrik dengan kapasitas terpasang tertentu, maka selanjutnya dapat diketahui berapa besar kapasitas operasi waduk (life storage capacity) minimal yang dibutuhkan.
Rumus untuk mencari kapasitas operasi waduk adalah sebagai berikut : (misal untuk lama operasi turbin 6 jam per hari )
Kapasitas waduk : =  115 m3 x 3600x 6
                                 =  2.484.000 m3
ANALISA FINANSIAL
PLTA pompa pada prinsipnya tidak menghasilkan energi (MWH), sehingga dari sisi neraca energi tidak menghasilkan listrik sama sekali, bahkan neraca energinya akan negatif. Karena untuk menghasilkan sejumlah energi listrik tertentu dari PLTA pompa, akan memerlukan energi listrik yang lebih besar jumlahnya untuk menggerakkan pompa saat menaikkan air dari waduk bawah ke waduk atas.
Hal ini dapat dijelaskan dengan typical neraca energi seperti pada tabel berikut :
Tabel Neraca Energi PLTA Pompa :
No.
URAIAN
JUMLAH (%)
1.
Energi yang diambil dari system
100,0
2.
Rugi Trafo
0,5
3.
Rugi motor
3,0
4.
Rugi pompa
10,0
5.
Rugi saluran pipa
1,5
6.
Rugi turbin
7,5
7.
Rugi generator
1,8
Energi yang dihasilkan kembali
77,0
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah energi yang dapat diperoleh kembali adalah sebesar 77 % dibandingkan dengan energi yang diambil dari sistem tenaga listrik. Keuntungan PLTA pompa terletak pada nilai energinya. Pemompaan air biasanya dilakukan pada saat kondisi beban dalam sistem rendah, sedangkan operasi PLTA pompa (bekerjanya turbin) dilakukan pada saat beban puncak. Pada saat kondisi beban pada sistem sedang rendah, biasanya akan terjadi kelebihan daya dari pusat listrik yang membangkitkan peban dasar ( seperti PLTU batubara atau PLTN).
Dengan demikian perhitungan biaya kWH untuk memompa air pada suatu PLTA pompa diambil sesuai dengan biaya pembangkitan PLTU batubara atau PLTN. Misalnya biaya pembangkitan untuk menghasilkan 1 kWH pada PLT batubara adalah Rp 500,- / kWH, jika diperhitungkan dengan nilai efisiensi yang sebesar 77 % maka untuk menghasilkan 1 kWH pada saat beban puncak akan diperlukan biaya sebesar Rp 500, / 0,77  = Rp 649,35 / kWH.
Pada saat beban puncak alternatif lain disamping mengoperasikan PLTA pompa adalah membangun pembangkit beban puncak lain yaitu PLTG. Maka harga kWH yang dibangkitkan oleh PLTA pompa pada saat beban puncak dihitung sama dengan harga biaya pembangkitan PLTG, misalnya Rp 1.500,- / kWH. Dengan demikian jika mengoperasikan PLTA pompa pada saat beban puncak dibandingkan dengan mengoperasikan PLTG akan diperoleh penghematan sebesar Rp 1.500,-  - Rp 649,35    =  Rp  850,65 / kWh.
Selisih harga yang sebesar Rp 850,65 per kWH tersebutlah yang dihitung sebagai pemasukan uang untuk setiap kWH energy listrik yang diproses pada sebuah PLTA Pompa. Dengan memasukkan harga tersebut sebagai parameter pada analisa financial suatu proyek PLTA Pompa, maka diperoleh perhitungan kelayakan financial dari sebuah PLTA Pompa. Mengingat biaya untuk membangun suatu PLTA Pompa akan lebih rendah dari membangun suatu PLTA konvensional, maka dapat diperkirakan secara financial membangun suatu PLTA pompa untuk memikul beban puncak pada suatu system tenaga listrik dapat kompetitif dibandingkan dengan pembangkit beban puncak jenis lain.
CATATAN AKHIR
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan energi listrik, selain diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit listrik untuk memikul beban dasar, maka pada saat yang bersamaan perlu diikuti dengan pembangunan pembangkit-pembangkit yang memikul beban puncak. Untuk memikul kebutuhan pada saat  beban puncak tersebut, mengingat adanya keterbatasan sumber daya air terutama di pulau Jawa, maka d masa mendatang akan diperlukan lagi untuk membangun lebih banyak PLTA pompa disamping PLTA pompa Upper Cisokan yang sedang dibangun. Karena jika dibandingkan dengan pembangkit pemikul beban puncak seperti PLTG, PLTA pompa dapat diperhitungkan kelayakannya, baik secara teknis maupun dari segi finansial.
Disamping itu yang tidak kurang pentingnya PLTA jenis ini hanya memerlukan luas genangan waduk yan sedikit, karena waduknya hanya bersifat tando harian, bukan waduk tahunan seperti pada PLTA skala besar umumnya. Dengan demikian diharapkan masalah pemindahan penduduk akan jauh lebih sedikit dibanding dengan PLTA konvensional dengan kapasitas yang sama.
Keunggulan lain dengan relatif sedikitnya luas daerah genangan waduk yang harus dibebaskan tanahnya, secara otomatis biaya pembuatan bendungan juga akan jauh lebih rendahdibanding PLTA konvensional, karena untuk menampung air yang volumenya sedikit, maka tinggi dan volume bendungan juga jauh lebih rendah.
--------------
Jakarta, 7 Juni 2012