PLTU Ombilin |
Silahkan Klik Topik Lainnya :
Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik, Wisata Padang Sumatra Barat, Umroh Makkah Madinah, Wisata Singapore, Wisata Phuket Thailand, Wisata Karimunjawa, Wisata Malang Bromo, Wisata Ende Flores, Wisata Tidung Kepulauan Seribu, Wisata Pangandaran, Wisata Bandung, Wisata Malang Batu, Wisata Melaka Kuala Lumpur, Wisata Penang Malaysia
Heat rate pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah jumlah pasokan energi yang diperlukan untuk menghasilkan listrik sebesar 1 kWh. Artinya apa ? Jika nilai kalor bahan bakar batubara sebesar 5.000 kcal/ kg dan heat rate suatu PLTU 2.500 kcal/ kWh, maka 1 kg bahan bakar batubara akan menghasilkan listrik sebanyak 2 kWh.
Nilai
heat rate sangat penting untuk menghitung biaya operasi dan
laba PLTU. Jika nilai heat rate pada contoh di atas turun sebesar 4 % menjadi
2.400 kcal/ kWh, maka untuk menghasilkan energi listrik yang sama hanya
memerlukan batubara seberat 0,96 kg. Sedikit memang bedanya, kalau hanya
penghematan sebesar 0,04 kg. Tapi kalau kapasitas PLTU sebesar 1.000 MW, akan
memerlukan batubara dengan nilai kalori 5.000 kcal/ kg sebanyak 3,5 juta ton
per tahun. Jika terdapat efisiensi heat
rate sebesar 4 %, maka jumlah batubara yang dapat dihemat per tahun adalah
sebesar 140.000 ton. Kalikan dengan harga batubara di lokasi PLTU yang sebesar
Rp 600.000,- per ton, nilai efisiensi biaya bahan bakar atau tambahan laba yang
diperoleh adalah sebesar Rp 84 milyar.
Mungkinkah efisiensi biaya bahan
bakar sebesar 4 % tersebut dicapai ? Apakah semudah itu hanya dengan melakukan
uji heat rate ? Tentu tidak. Uji heat rate bertujuan untuk mengidentifikasi
terjadinya penurunan kinerja thermal (thermal performance) pembangkit serta
menentukan penyebab dan bagian pembangkit yang menyebabkan losses daya dan
efisiensi lebih rendah dari seharusnya. Dengan mengetahui kondisi pembangkit
yang losses nya melebihi normal, serta bagian mana dari pembangkit yang losses
di atas seharusnya, maka dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk
mengatasinya.
Tentu saja perbaikan dan
penyempurnaan kondisi pembangkit tersebut akan memerlukan biaya, namun dengan
sendirinya akan terbayar plus keuntungan besar dengan kembalinya efisiensi
pembangkit listrik sesuai dengan desain. Ibarat dokter bedah, uji heat rate
adalah langkah awal untuk melihat penurunan kinerja organ tubuh pembangkit
listrik. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Namun
sangat besar manfaatnya untuk meningkatkan efisiensi pembangkit, mengurangi
emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketersediaan pembangkit, mengurangi biaya
operasi dan pemeliharaan, serta pada ujungnya meningkatkan laba.
PLTU
Pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) digolongkan sebagai pembangkit listrik pembangkit listrik tenaga thermal
yang mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Bahan
bakar pada PLTU dapat berupa bahan bakar padat (batubara), cair (BBM) serta
gas. Namun pada tulisan ini hanya akan dibahas tentang PLTU dengan bahan bakar
batubara. Proses konversi energi berlangsung dari batubara menjadi listrik
tersebut dapat dibagi dalam 3 tahap :
- Tahap pertama, terjadi pada boiler yang merubah energi kimia batubara menjadi uap bertekanan dan temperature tinggi.
- Tahap kedua berlangsung pada turbin uap yang merubah energi uap menjadi energi putaran mekanik.
- Tahap ketiga pada generator yang mengubah energi putaran menjadi listrik.
Secara skematis proses konversi energi
yang berlangsung pada PLTU dapat dilihat pada bagan berikut :
Bagan konversi energi pada PLTU |
Pada
setiap tahap perubahan bentuk energi di atas, selain menghasilkan bentuk energi
lain sebagai output, juga akan terdapat losses, sehingga tidak energi yang
diperoleh tidak sebanyak input energi yang diberikan. Karena sebagian berubah
sebagai losses. Secara typical nilai efisiensi pada setiap komponen PLTU adalah
sebagai bagan berikut :
Dari bagan tersebut dapat dilihat
bahwa pada proses di boiler terjadi losses sebesar 11 %, selanjutnya pada
siklus uap-air terjadi losses sebesar 44,7 % , pada turbin dan generator
sebesar 2 %, dan untuk keperluan sendiri (station auxiliary) sebesar 2,0 %.
Dengan demikian dari input energi pada bahan bakar sebesar 100 %, akan menghasilkan listrik netto
sebesar 36,2 %.
Uji Heat Rate
Uji heat rate adalah pengujian yang
dilakukan pada PLTU dengan tujuan untuk mengetahui berapa besar input energi
panas dari bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik sebesar 1
kWh. Uji heat rate dilakukan pada kondisi yang spesifik, baik bahan bakar,
lokasi pembangkit listrik, kapasitas pembangkit maupun variasi beban
pembangkit.
Tujuan uji heat rate adalah untuk
mengidentifikasi besarnya penurunan kinerja thermal pembangkit, serta
menentukan penyebab dan bagian dari pembangkit yang tingkat efisiensi (kinerja)
nya menurun dibandingkan dengan kondisi oprimal. Dengan demikian jika terjadi
penurunan efisiensi maka dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk
mengembalikan kinerja pembangkit sehingga mencapai titik optimal.
Terdapat 2 metoda uji heat rate,
yaitu : a. Metode Input-Output , dan b. Metoda Energy-Balance. Metoda
input-output adalah metode yang sederhana, cepat dan murah, karena hanya
mengukur jumlah energi input bahan bakar batubara yang dikonsumsi selama waktu
pengujian, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah energi listrik yang
dihasilkan. Sedangkan pada metode energy-balance memerlukan banyak pengukuran
proses konversi energi serta losses yang timbul pada masing-masing bagian
pembangkit, selanjutnya dilakukan proses perhitungan yang rumit. Namun proses
tersebut juga memiliki keuntungan-keuntungan yang tidak didapat jika kita
melaksanakan pengujian dengan metoda input-output.
Keuntungan dan kerugian pada
masing-masing metode uji heat rate adalah sebagai berikut :
METODE
UJI
|
KEUNTUNGAN
|
KERUGIAN
|
METODE
INPUT-OUTPUT
|
Parameter utama dari
efficiency (output, input) diukur
langsung
|
Aliran bahan bakar,
nilai kalor, serta sifat-sifat uap harus diukur secara akurat untuk
mengurangi kesalahan
|
Memerlukan sedikit
pengukuran
|
Tidak dapat
menentukan bagian pembangkit yang menjadi sumber inefisiensi
|
|
Tidak perlu memperkirakan
besar losses yang tidak dapat diukur
|
Tidak dapat dipakai
untuk menjadi acuan bagi standar performance masing-masing komponen seperti
boiler, turbin atau generator.
|
|
METODE
ENERGY BALANCE
|
Pengukuran data
primer (analisa flue gas dan temperature flue gas) dapat dibuat secara teliti
|
Memerlukan banyak
pengukuran
|
Hasil pengujian dapat
dipakai sebagai standar atau kondisi garansi masing-masing komponen.
|
Tidak langsung
mendapat data kapasitas dan output
|
|
Nilai tes efisiensi
lebih teliti karena pengukuran dilakukan banyak bagian yang lebih kecil.
|
Beberapa losses tidak
dapat diukur dan harus diperkirakan
|
|
Sumber terjadinya
losses pembangkit dapat diidentifikasi
|
Contoh Perhitungan Uji Heat Rate
Berikut adalah contoh pengujian
heat rate dengan metode input-output sesuai ASME PTC PM-2010 , ”Performance
Monitoring Guidelines for Power Plants”
Misalnya suatu pembangkit listrik
tenaga uap batubara berkapasitas 50 MW diuji heat rate masing-masing selama
durasi 2 jam dengan besar beban bervariasi : 50 %, 75 %, 90 % dan 100 %. Selama
pengetesan dilakukan pengukuran konsumsi batubara serta produksi energi listrik
yang dihasilkan. Diperoleh data berikut :
No.
|
Beban
(%)
|
Waktu
|
Konsumsi
batubara (kg)
|
Power
Output (kWh)
|
|
Gross
|
Nett
|
||||
1
|
50
|
08.00-10.00
|
32.310
|
47.850
|
45.300
|
2
|
75
|
11.00 – 13.00
|
47.100
|
73.200
|
69.500
|
3
|
90
|
14.00 – 16.00
|
56.705
|
88.475
|
84.100
|
4
|
100
|
17.00 – 19.00
|
62.525
|
98.510
|
93.900
|
Sampel batubara yang dipakai
diambil masing-masingnya 1 kg untuk diuji di laboratorium. Dari hasil uji laboratorium didapat nilai HHV
batubara yang dipakai = 4.100 kcal/ kg,
maka dihitung nilai heat rate dengan rumus sebagai berikut :
- Gross Heat Rate : ratio energi input to the gross electricity generation
(kcal/kWh or
kJ/kWh)
- Net Heat Rate : ratio energi input to the net electricity generation
(kcal/kWh or
kJ/kWh)
Energi
input : fuel consumption x Heating value of fuel
Net electricity generation = gross electricity
generation – auxiliary power
Hasil uji dan perhitungan heat rate selanjutnya dimasukkan
pada table berikut :
No.
|
Beban
(%)
|
Waktu
|
Konsumsi
batubara (ton)
|
Power
Output (kWh)
|
Nilai
Kalori/ HHV (kcal/kg)
|
Plant
Heat Rate (kCal/kWh)
|
||
Gross
|
Net
|
Gross
|
Nett
|
|||||
1
|
50
|
08.00-10.00
|
32.310
|
47.850
|
45.300
|
4.100
|
2.768
|
2.924
|
2
|
75
|
11.00
– 13.00
|
47.100
|
73.200
|
69.500
|
4.100
|
2.638
|
2.778
|
3
|
90
|
14.00
– 16.00
|
56.705
|
88.475
|
84.100
|
4.100
|
2.627
|
2.764
|
4
|
100
|
17.00
– 19.00
|
62.525
|
98.510
|
93.900
|
4.100
|
2.602
|
2.730
|
Dari angka-angka di atas dapat diketahui
bahwa secara umum nilai heat rate akan
meningkat jika pembangkit dioperasikan pada kapasitas rendah. Nilai heat rate
tersebut juga akan bervariasi untuk
kapasitas pembangkit yang berbeda. Pembangkit berkapasitas besar umumnya
memiliki heat rate yang lebih rendah atau tingkat konversi energy dan
efisiensinya lebih baik.
Manfaat
Uji Heat Rate
Dengan melaksanakan uji heat rate
secara rutin, maka akan diperoleh kondisi kesehatan serta kinerja dari
pembangkit listrik. Hal tersebut sangat penting karena angka-angka yang
diperoleh pada uji heat rate menunjukkan besar energi thermal yang diperlukan
untuk menghasilkan listrik sebesar 1 kWh. Semakin besar hasil uji heat rate berarti
semakin besar bahan bakar batubara yang dipakai untuk menghasilkan energi listrik
yang sama, yang berarti biaya bahan bakar meningkat. Jika heat rate secara
rutin diuji maka pemborosan bahan bakar dapat dihindari karena gejalanya
langsung terdeteksi dan dapat segera dilakukan perbaikan.
Bagi perusahaan hasil uji heat rate
dapat dimanfaatkan untuk mengetahui apakah pembangkit listrik yang ada memiliki
kinerja yang baik, normal atau kurang baik dengan pembangkit sejenis.
Perbandingan nilai heat rate memang perlu dibandingkan dengan pembangkit
listrik yang sejenis serta dengan kondisi operasi yang sama, karena nilai heat
rate akan berbeda jika kapasitas pembangkit berbeda. Demikian juga akan beda
nilainya jika pembangkit tersebut mempunyai kelas kualitas yang berbeda atau
beban operasi yang berbeda.
Misalnya data uji heat rate
berbagai PLTU batubara dari seluruh dunia dikumpulkan. PLTU batubara tersebut
dikelompokkan pada kapasitas terpasang per unit mulai dari 10, 25, 50, 100, 250
dan 500 MW. Selanjutnya PLTU yang ada juga dikelompokkan atas kelas kualitas
pembangkit, mulai dari yang terbaik kelas A, normal kelas B, dan yang kurang
kelas C. Hasil uji heat rate pada kondisi pembebanan 100 %, disusun pada table
berikut :
No.
|
Kapasitas
PLTU (MW)
|
Net
Plant Heat Rate (kCal/ kWh)
|
||
Kelas
A
|
Kelas
B
|
Kelas
C
|
||
1.
|
10
|
3.100
|
3.300
|
3.500
|
2.
|
25
|
2.900
|
3.100
|
3.300
|
3.
|
50
|
2.750
|
2.850
|
3.000
|
4.
|
100
|
2.600
|
2.700
|
2.800
|
5.
|
250
|
2.500
|
2.600
|
2.700
|
6.
|
500
|
2.400
|
2.500
|
2.600
|
Dengan melakukan uji heat rate dan
membandingkannya dengan data berbagai PLTU yang ada, dapat diketahui apakah
suatu PLTU telah beroperasi secara optimal, normal, atau di bawah normal.
Misalnya hasil uji heat rate suatu PLTU dengan kapasitas 100 MW dari kelas A
menunjukkan angka 2.650 kCal/ kWh, maka berarti secara rata-rata nilainya
melebihi kondisi normal yang pada table di atas 2.600 kCal/ kWh. Dengan
indikasi awal tersebut dapatlah dilakukan berbagai pengujian untuk mengetahui
bagian pembangkit yang tidak optimal kinerjanya, sehingga dapat dilakukan
perbaikan untuk mengembalikan ke kondisi optimum.
Jakarta, 9
Januari 2012
------------------------
Artikel terkait lainnya :
salam kenal pak jonny,
BalasHapuswah terimakasih artikelnya sangat membantu dan menambah pengetahuan
Terima kasih Pak Danang,
BalasHapussalam kembali
terimakasih pak joni, maaf kalo buat contoh perhitungan menggunakan energi balance ada? minta tolong buku referensinya jika ada pak
BalasHapusterima kasih
sangat bermanfaat,pak :)
BalasHapusTerima kasih atas komentar2nya,
BalasHapusUntuk metode heat balance saya belum bisa menampilkan. Sedangkan untuk referensi, disearch saja di google dengan topik heat rate steam power plant.
Salam
Mahal ilmu nya ya Pak,,? karena banyak rumus-rumusnya yang harus di jabarkan.
HapusTerima kasih banyak atas pengetahuannya....salam pak jonny
BalasHapusdalam proses suatu proses pastinya terdapat losses kan pak,, nah losses yang paling berpengaruh terhadap heat rate itu apa pak?
BalasHapuskebetulan ini saya lagi ada tugas akhir ngitung heat rate turbin (bukan heat rate plant) nah lossesnya apa pak? mungkin ada saran hehehe
pak mau tanya.. nilai 2.768 dari kolom nilai net heat rate tu perhitungannya dari mana.. saya kurang paham... terimkasih
BalasHapusdari konsumsi batubara x nilai kalori/energi yang dihasilkan
Hapus32310 (kg) * 4100 (kcal/kg) / 47850 (kwh) = 2.768 kcal/kwh
Terima kasih Pak Yohanes.
BalasHapusTerima kasih Pak Guruh.
Sukses
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSalam kenal pak Jonny.
BalasHapussaya merupakan mahasiswa jurusan teknik sistem tenaga pak. sekerang kebetulan lagi tugas akhir, saya mengambil topik economic dispatch pak. nah kebetulan berhubungan dengan heatrate nih pak. saya agak kesulitan mencari heatrate mesin diesel kapasitas kecil (1Mw, 2MW, 6MW, 10 MW) nih pak. saya minta di P2B data tersebut tidak pernah dicatat pak. apakah bapak mempunyai sample tabel heatrate pembangkitan diatas pak? jika ada saya boleh minta pak untuk proses tugas akhir ini pak. mohon bantuan bapak. terimakasih sebelumnya pak jonny.
Untuk PLTD, angka efisiensi bahan bakar umumnya ditunjukkan oleh SFC (specific fuel consumption). Yaitu volume bahan bakar (HSD) yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik sebesar 1 kWH. Dimensinya adalah liter/kWh. Nilai SFC pada PLTD tersebut berkisar antara 0,26 sampai 0,30. Misalnya jika suatu PLTD mempunyai SFC 0,28 ,berarti untuk menghasilkan 1 kWH listrik diperlukan bahan bakar rata-rata 0,28 liter.
BalasHapusterimakasih pak Jonny jawabannya. jika heatrate nya untuk PLTD memang jarang dicatat ya pak. karena heatrate saya butuhkan untuk mencari fungsi biayanya pak. yang F= a+bp+cp^. misalnya PLTG Paiton 20MW. disaat 10MW heatratenya 2000, disaat 12,5MW heatratenya 1900, disaat 15MW heatratenya 1800, dan saat 20MW heatratenya 1700. untuk mencari nilai abcnya saya hitung menggunakan matlab. jika tidak ada heatrate apakah fungsi biaya tersebut bisa saya dapatkan dengan metode lain pak.
BalasHapusselamat siang pak jonny. saya mau bertanya lagi pak. saya punya data Heating Value Gas 1032,1 BTU/ft3 saya mau konversi ke Kcal/BTU gmn pak. saya maw mencari nilai gas dalam Rp/Kcal nya pak.
BalasHapusmisal data yg saya punya
Harga gas = 38.8608 MBTU
kandungan panas = 1032,1 BTU/ft3
harga panas gas = ??? Rp / Kcal
terimakasih pak jonny. mohon penjelasannya
Silahkan dicari ya di literatur yang cocok. Tulisan di atas hanya tentang heat rate PLTU. Sukses !
BalasHapusTerimakasih atas infonya pak, sangat membantu dan menginspirasi,
BalasHapusKlo bisa minta emailnya pak buat sharing masalah di pltu pak?
Assalamu'alaikum wr.wb Pak Jonny. Salam dari Seflahir Dinata stafnya DES waktu bapak di Udiklat Padang. Semoga sukses selalu.
BalasHapusDear P Jonny,
BalasHapusApabila batubara yang digunakan sekitar 2.800 kCal/kg (gar) untuk efisiensi yang paling tinggi berapa ya pak?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusItu satuan konsumsi bahan bakar bukan ton pak, tapi kg.
BalasHapusMenjual berbagai macam jenis Chemical untuk Boiler, cooling tower chiller,dan waste water treatment ,STP dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih
BalasHapusWA:081310849918
Salam kenal pak Jonny, saya izin copas artikelnya ya pak,
BalasHapusSemoga menambah pengetahuan dan wawasan saya