Selasa, 13 November 2012

REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DAN KEBUTUHAN OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK



Pada tanggal 12 Januari tahun 2012 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Dengan telah disahkannya Perda RTRW DKI tersebut maka setiap pembangunan dan pengembangan di Wilayah DKI sampai tahun 2030 akan mengacu pada Perda tersebut.
Dari sisi ketenagalistrikan, di wilayah Propinsi DKI terdapat 2 buah pembangkit listrik yang berkapasitas besar, yaitu Pembangkit Listrik Muara Karang berkapasitas  1.670 Mega Watt, dan Pembangkit Listrik Priok (2.052 MW). Dengan adanya Perda nomor 1 tahun 2012 tersebut maka perlu dicermati agar keberadaan Pembangkit Listrik tersebut dapat beroperasi dan berkelanjutan untuk memasok kebutuhan tenaga listrik pada system tenaga listrik Jawa-Bali, khususnya untuk wilayah Jakarta.  Sinkronisasi tersebut perlu juga dilakukan dengan rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI yang Perdanya sedang disusun sebagai rincian dari RTRW di atas.

Sistem Kelistrikan Jakarta
Sistem Tenaga Listrik  (Electric Power System) adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan lainnya oleh jaringan transmisi dengan pusat beban atau jaringan distribusi.  Sistem tersebut terdiri atas 3 Sub-sistem, sebagai berikut :
       Sub-sistem Pembangkitan
       Sub-sistem Transmisi
       Sub-sistem Distribusi
Berdasarkan data tahun 2010, beban puncak tenaga listrik pada system kelistrikan DKI telah mencapai sekitar 5.500 MW. Untuk memasok kebutuhan listrik tersebut, disalurkan dari 3 buah Pembangkit , yaitu dari Pembangkit Muara Karang dan Priok yang berlokasi di Jakarta, serta dari Pembangkit Muara Tawar  (8000 MW) yang terletak di Bekasi. Disamping dari ketiga buah pembangkit tersebut, pasokan listrik untuk wilayah Jakarta juga dipasok lewat system interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 4.000 MW.  Dengan demikian dari kapasitas terpasang tenaga listrik sebesar 8.522 MW yang disiapkan untuk memasok Jakarta (4.522 dari Pembangkit Muara Karang, Priok dan Muara Tawar, 4.000 MW dari Sistem Interkoneksi Jawa-Bali), sebanyak 53 % berasal dari 3 pembangkit di sekitar Jakarta.
Dengan demikian peranan ketiga pembangkit listrik tersebut untuk memasok kebutuhan listrik Jakarta sangat besar dan strategis. Jika terjadi gangguan atau perubahan kondisi yang menyebabkan pembangkit tersebut tidak dapat beroperasi, maka potensi akan terjadi kekurangan pasokan atau pemadaman listrik cukup besar. Dengan demikian maka adanya kebutuhan agar operasional pembangkit listrik  berjalan baik harus dipenuhi, termasuk juga dalam pengembangan pembangunan di Jakarta, yang antara lain dilakukan dengan reklamasi teluk Jakarta.

Kebutuhan Operasional Pembangkit Listrik
Dalam system ketenagalistrikan berbagai jenis pembangkit listrik, antara lain PLTU, PLTD, PLTP, PLTG, PLTGU  dan PLTA akan beroperasi secara bersamaan dan terhubung secara interkoneksi untuk memasok listrik ke berbagai Pusat beban. Pembangkit listrik yang ada di Muara Karang adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Ciri khas dari pembangkit jenis tersebut adalah dalam operasionalnya memerlukan bahan bakar, baik bahan bakar gas maupun BBM (PLTU juga dapat berbahan bakar batubara, namun khusus untuk Muara Karang dan Priok, bahan bakarnya gas dan BBM).
Dalam pengoperasiannya PLTU dan PLTGU juga memerlukan air baku yang akan dipanaskan di dalam boiler (ketel uap) sehingga berubah menjadi uap air yang akan memutar turbin uap yang menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik. Setelah keluar dari turbin,  uap air tersebut didinginkan pada kondensor sehingga berubah menjadi air dan kembali menjalani siklus yang sama.
Untuk mendinginkan uap air tersebut, kondensor memerlukan sirkulasi air pendingin yang jumlahnya cukup banyak yang diambil dari air laut. Air laut yang telah melewati kondensor maka temperaturnya akan naik sehingga perlu dikembalikan ke laut untuk didinginkan. Tentunya antara air yang dingin (sebagai intake air pendingin) dengan air yang panas yang keluar dari kondensor harus terpisah jauh dan tidak tercampur, karena akan mengakibatkan temperatur air pendingin akan semakin panas dan efisiensi mesin turun. Bahkan jika temperatur naik lebih panas maka pembangkit listrik dapat padam.
Kebutuhan operasional yang lain dari pembamngkit listrik adalah adanya keamanan dalam penyaluran tenaga listrik, yaitu tersedianya saluran udara  transmisi tegangan tinggi (SUTT) maupun saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang akan menyalurkan energy listrik yang dihasilkan ke pusat-pusat beban.

Pengaruh Reklamasi
Dari Perda no. 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI, terdapat rencana bangunan infrastruktur yang akan terkait dengan operasi pembangkit listrik di Jakarta, yaitu akan dibangunnya tanggul laut (giant sea wall) serta reklamasi di teluk Jakarta. Reklamasi tersebut berupa kegiatan pengurugan pada laut di teluk Jakarta sehingga terbentuk daratan atau pulau-pulau yang akan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Dalam beberapa kali sosialisasi yang diselenggarakan oleh Pemda DKI telah disampaikan konsep atau draft peta reklamasi pantai utara Jakarta. Sangatlah penting agar rencana untuk reklamasi pantai Utara Jakarta tersebut sejalan dengan kebutuhan operasional pembangkit listrik Muara Karang dan Priok.
Secara garis besar mengingat untuk operasional pembangkit listrik memerlukan air pendingin yang besar, misalnya untuk pembangkit Muara Karang diperlukan sirkulasi air laut sebesar 190.000 meter kubik per jam.  Air tersebut harus dapat diambil dari laut dengan ruang bebas yang luas, selanjutnya dipakai pembangkit listrik dan dikembalikan ke laut dengan lokasi yangt berbeda dan tidak boleh bercampur. Dengan demikian jika dilaksanakan reklamasi dan membentuk pulau di dekat lokasi PLTU, maka selat antara pembangkit listrik dengan pulau harus cukup lebar. Demikian juga harus dibentuk rute pembuangan air panas dengan spasi yang cukup.
Adanya reklamasi dan pembuatan giant sea wall juga harus memperhitungkan kebutuhan pasokan bahan bakar untuk pembangkit listrik, baik pasokan bahan bakar yang dipasok dari melalui pipa, maupun bahan bakar yang diangkut oleh kapal-kapal. Dengan demikian perlu diperhitungkan akses masuk kapal-kapal ke dermaga di lokasi pembangkit serta ruang untuk manufer kapal pengangkut bahan bakar.
Dengan terpenuhinya kebutuhan operasional pembangkit listrik tersebut dan menyelaraskan RDTR Jakarta, maka berarti kelangsungan pembangkit listrik di Jakarta akan tetap berproduksi, dan dengan sendirinya akan mendukung kelangsungan pasokan listrik bagi Jakarta.
--------------------------
Tulisan lain terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar