Senin, 12 Agustus 2013

Bagian 1 dari 4 Tulisan : PERAN MANAJEMEN KONTRAK DALAM PROSES OPTIMASI BIAYA KONSTRUKSI



(tulisan ini pernah dimuat pada Berita PLN Edisi Maret & April 1996)
PENDAHULUAN
Dalam pengelolaan suatu perusahaan, kegiatan investasi merupakan suatu kegiatan yang sama pentingnya dengan kegiatan produksi. Dimana dengan adanya kegiatan investasi yang tepat, maka akan diperoleh suatu peralatan (baik berupa pabrik, kendaraan, alat-alat produksi, termasuk juga sumberdaya manusia dan lain-lain) yang akan berfungsi untuk menghasilkan produk untuk dipasarkan kepada konsumen.
Mengingat produk yang dihasilkan tersebut dimaksudkan untuk dipasarkan kepada konsumen, serta terdapatnya para pesaing (competitor) yang juga menawarkan produk sejenis, maka merupakan hal yang mutlak jika semua unsure biaya untuk menghasilkan produk tersebut dapat ditekan pada harga yang serendah mungkin. Salah satunya adalah dengan cara menghemat biaya investasi, baik biaya dasar dari nilai peralatan yang ada, maupun biaya bunga bank (cost of money).
Dalam hal kegiatan pembangunan suatu konstruksi besar, seperti misalnya Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan pelaksanaan konstruksinya cukup besar. Sementara juga karena cukup besarnya tingkat ketergantungan biaya konstruksi tersebut terhadap kondisi topografi dan geologi di lapangan yang tidak dapat diketahui sebelumnya pada tahap perencanaan proyek, maka dapat terjadi pembengkakan biaya proyek. Disamping itu juga bukan hal yang aneh jika terjadi perpanjangan waktu pelaksanaan yang pada hakekatnta juga merupakan tambahan biaya (cost of money), atau kombinasi dari tembahan biaya dan perpanjangan waktu.
Mengingat nature (perilaku) proyek konstruksi yang seperti itu, maka biasanya pada tahap perencanaan proyek, disamping rencana biaya yang ada, juga dialokasikan suatu “contingency” untuk mengantisipasi adanya tambahan biaya. “Contigency” tersebut mencakup tambahan fisik (physical contingency) maupun tambahan akibat harga satuan material dan upah tenaga kerja yang berubah (price contingency).
Jadi tantangan yang terbesar dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi adalah bagaimana mengelolanya sehingga proyek tersebut dapat selesai secara tepat waktu dan tepat biaya. Artinya meski timbul masalah-masalah yang tidak dapat diramal sebelumnya (unforeseen condition), masalah tersebut dapat dikelola secara baik dan penggunaan contingency (dana cadangan) dapat ditekan serendah-rendahnya.
Tulisan ini membahas tentang peranan manajemen kontrak dalam proses optimasi biaya konstruksi. Dengan mengenal secara baik aspek-aspek kontraktual dalam pengelolaan suatu proyek, kemudian menerapkannya secara tepat, maka terbuka peluang untuk dapat menekan biaya proyek tersebut. Sehingga penggunaan contingency yang berlebihan dapat dihindari, bahkan sebaliknya ditekan seminimum mungkin.
KONTRAK
Dalam pelaksanaan konstruksi suatu proyek biasanya terdapat unsure-unsur : pemilik proyek atau pemberi tugas (owner/ employer), konsultan pengawas (engineer), serta pelaksana pekerjaan (contractor). Namun bukan merupakan hal yang aneh jika dalam suatu proyek, pemilik proyek juga sekaligus bertindak sebagai pengawas, atau bahkan juga sekaligus sebagai pelaksana pekerjaan di lapangan (swakelola). Namun kaidah-kaidah pembagian tugas tersebut terdapat pada unsure-unsur pemilik proyek yang bertindak sebagai owner, engineer dan kontraktor. Namun dengan semakin besar dan rumitnya proyek konstruksi pada saat sekarang, kecenderungan yang ada adalah semakin terpisahnya ketiga macam fungsi dan unsure dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Bagaimana hubungan antara pemilik, pengawas dan pelaksana pada suatu proyek, secara hokum diatur oleh suatu dokumen yang disebut dengan “kontrak”. Secara sederhana kontrak didefinisikan sebagai : “ suatu perjanjian tertulis antara dua pihak atau leboih yang menimbulkan adanya kewajiban untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan hal tertentu bagi masing-masing pihak yang menandatangani kontrak tersebut”. Jadi dilihat dari segi hukum yang dimaksud dengan kontrak tersebut sebenarnya sangat sederhana.  Sehingga misalnya surat perjanjian yang hanya terdiri dari selembar kertas, namun telah berisi atau mencantumkan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak penandatangan perjanjian, maka dokumen itu telah dapat disebut sebagai kontrak. Namun tentu dengan semakin rumit dan besarnya lingkup pekerjaan pada saat ini, bukan zamannya kontrak dibuat secara sederhana tersebut. Untuk pekerjaan pada proyek-proyek konstruksi dewasa ini biasanya kontrak terdiri dari beberapa ratus bahkan sampai ribuan halaman.
Dengan semakin panjang dan rumitnya masalah-masalah yang diatur dalam suatu kontrak ,ditambah dengan adanya arus globalisasi, serta dengan semakin ketatnya persaingan di antara para kontraktor, maka pada decade terakhir ini timbul kecenderungan bagi para kontraktor (khususnya kontraktor internasional) untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap aspek kontraktual dari suatu proyek.  Karena dengan memberikan perhatian dan konsentrasi yang besar terhadap aspek kontraktual, akan terbuka peluang bagi kontraktor untuk mengajukan “claim” tambahan biaya proyek. Yang berarti akan memperoleh keuntungan tambahan yang cukup besar jumlahnya, mengingat setiap kontrak pasti tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh kontraktor yang jeli dan berpengalaman untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari “claim”.
Sementara dari pihak pemilik proyek (owner) terdapat juga kecenderungan untuk melakukan perlindungan yang berlebihan (over-protective) terhadap kepentingan-kepentingannya, yaitu dengan memasukkan tambahan pasal-pasal yang akan melindungi employer/ owner dalam kontrak. Namun sebenarnya adanya tambahan pasal-pasal proteksi tersebut akan lebih banyak menimbulkan kerugian kepada employer daripada member keuntungan. Karena pada proses pelelangan, pihak peserta lelang akan melihat dan menghitung berapa besar risiko yang menjadi tanggungan mereka. Sehingga jika terlalu banyak terdapat pasal-pasal yang melindungi kepentingan pemilik proyek, maka harga penawaran yang diajukan jelas akan meningkat sehingga nilai kontrak menjadi mahal. Disamping itu aturan hokum yang berlaku juga membatasi pasal-pasal yang ada dalam kontrak sehingga kepentingan semua pihak dapat terlindungi secara berimbang.
Jadi jelaslah bahwa idealnya pihak pemilik pekerjaan juga perlu membekali dirinya dengan persiapan yang memadai tentang aspek kontraktual dari suatu proyek. Termasuk juga penyiapan sumberdaya manusia yang andal dan memahami seluruh aspek kontraktual dan teknis proyek. Antara lain sebagai indikasi persiapan yang memadai tersebut adalah ditempatkannya SDM yang senior dan memiliki jam terbang yang cukup sebagai “contract engineer”. Bukannya hanya menugaskan seorang staf yunior yang belum berpengalaman. Hal tersebut dapat menimbulkan bahaya karena pihak kontraktor pasti akan mempersiapkan tim kontraktual yang tangguh dan berpengalaman.
Penyiapan tim kontraktual yang tangguh tersebut tidak hanya diperlukan pada tahap pelaksanaan proyek, namun sejak tahap identifikasi proyek serta pada saat penyusunan dokumen lelang tidak kurang pentingnya untuk mulai mengidentifikasi celah-celah clausul dalam kontrak yang besar kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh kontraktor yang berpengalaman untuk mengajukan “claim” tambahan biaya. Adanya tim kontraktual yang tangguh diharapkan dapat menutup celah-celah kelemahan pada dokumen lelang.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar