(tulisan ini pernah dimuat pada Berita PLN Edisi
Maret & April 1996)
JENIS-JENIS
KONTRAK
Berdasarkan sifat dan risiko yang akan ditanggung
oleh masing-masing pihak yang terlibat oleh kontrak tersebut, maka dewasa ini
terdapat beberapa jenis atau type kontrak, yaitu sebagai berikut :
1.
Lump-Sum
Contract (Kontrak harga tetap)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor menawarkan suatu
harga tetap untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan gambar dan spesifikasi
yang telah disepakati pada saat penandatanganan kontrak. Namun meskipun lingkup
pekerjaan tersebut telah diperhitungkan secara seteliti mungkin dan tercantum
pada gambar dan spesifikasi, jumlah volume pekerjaan yang tercantum pada pada
kontrak tersebut sebenarnya hanya merupakan perkiraan saja. Dengan demikian
dalam pelaksanaannya mungkin saja volume pekerjaan yang ada akan lebih besar
atau lebih kecil dari perkiraan yang tercantum pada kontrak. Untuk suatu
kontrak yang bersifat lump-sum maka perbedaan tersebut , baik lebih besar
maupun lebih kecil, akan menjadi risiko masing-masing pihak, sedangkan harga
yang dibayarkan kepada kontraktor tidak akan berubah.
2.
Unit
Price Contract (Kontrak harga satuan tetap)
Pada kontrak jenis ini kontraktor menawarkan harga
satuan yang tetap untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan spesifikasi
yang ada. Sedangkan volume pekerjaan yang tercantum pada kontrak hanya
merupakan volume perkiraan yang dipakai sebagai pegangan bagi masing-masing peserta
lelang untuk mengajukan penawaran harga. Dengan demikian jika dalam pelaksanaan
pekerjaan volumenya berubah, maka besar pembayaran yang akan diberikan kepada
kontraktor akan berubah. Nilai pembayaran tersebut bias naik, dan juga bias
turun sesuai dengan volume actual yang dikerjakan kontraktor di lapangan.
3. Cost Plus Contract
Kontrak jenis Cost Plus
ini dapat dibedakan atas 2 jenis. Yang pertama Cost plus a percentage contract, dimana pembayaran kepada
kontraktor dilakukan berdasarkan biaya actual yang terjadi ditambah dengan
suatu persentase tertentu yang telah disepakati sebelumnya. Namun pada system
ini ,dimana kontraktor mendapat tambahan yang berdasarkan persentasi tertentu,
memiliki kelemahan berupa tidak adanya rangsangan bagi kontraktor untuk
menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan hemat biaya.
Untuk
mengatasi kelemahan yang ada pada kontrak Cost
Plus diatas, maka diterapkan kontrak jenis Cost plus fixed fee. Pada kontrak jenis ini ditentukan tambahan
harga yang tetap bagi kontraktor. Dengan metoda ini maka kontraktor akan
termotivasi untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut secepatnya, karena dengan
cara tersebut mereka akan menghemat biaya overhead dan meningkatkan keuntungan.
Namun
mengingat rumitnya pelaksanaan kontrak jenis Cost Plus tersebut yang ujungnya juga meningkatkan biaya proyek,
serta kesulitan pada proses auditing untuk
menentukan dan mengawasi criteria pembengkatan biaya, maka di Indonesia,
khususnya untuk proyek-proyek pemerintah, kontrak jenis Cost-plus ini tidak diijinkan.
4. Turn-Key
Contract
Kontrak jenis ini dikenal juga sebagai kontrak Design-Construct dimana keseluruhan
proyek, mulai dari Engineering and
Design, Procurement sampai Construction
dilaksanakan oleh satu kontraktor sebagai satu paket yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian bagi pemilik proyek terdapat jaminan
bahwa nilai kontrak akan tetap untuk hasil atau lingkup pekerjaan secara
keseluruhan. Ibaratnya pemilik proyek hanya tinggal putar kunci (turn the key) untuk mengoperasikan
instalasi yang telah dibangun secara keseluruhan dan lengkap oleh kontraktor.
Kontrak jenis ini sering diterapkan pada pembuatan pabrik, seperti pabrik zat
kimia, pabrik pupuk, termasuk juga dalam pembangunan pembangkit listrik.
Namun kontrak jenis ini memang di satu pihak akan
sangat mengamankan pemilik proyek dari risiko pembengkakan biaya, namun
kelemahannya pada sisi lain biasanya harga yang ditawarkan oleh kontraktor
relative mahal. Karena risiko yang ditanggung oleh kontraktor cukup besar,
misalnya jika terjadi kesalahan desain dan sebagainya.
5.
Kontrak
jenis lain-lain.
Secara garis besar jenis-jenis kontrak terdiri dari
empat jenis kontrak di atas. Namun pada pelaksanaannya suatu kontrak jarang
yang bersifat murni seperti salah satu jenis kontrak tersebut. Pelaksanaan
suatu kontrak biasanya merupakan kombinasi dari satu atau dua jenis kontrak. Misalnya pada item pekerjaan
penunjang sering dipakai kontrak jenis lump-sum,
sedangkan untuk bangunan permanen atau pekerjaan utama dipakai cara pembayaran
secara unit-price.
Namun memang apapun jenis kontrak yang dipilih,
semuanya mempunyai kelebihan-kelebihan serta kekuatan masing-masing.
Risiko-risiko dan keunggulan-keunggulan tersebut harus disadari dan
diperhitungkan dalam merancang kontrak bagi suatu pekerjaan, sehingga diperoleh
hasil yang optimal dari segi biaya, jadual dan mutu pekerjaan.
ANATOMI KONTRAK
Berdasarkan
jenis-jenis kontrak yang ada seperti di atas, maka disusunlah kontrak atau
perjanjian antara pihak pemilik proyek (owner)
dengan pelaksana (contractor). Dalam
kontrak pekerjaan konstruksi yang bersifat internasional, biasanya memiliki
type standar atau anatomi dengan susunan sebagai berikut :
1.
The
Contract Agreement,
2.
The
Letter of Acceptance,
3.
The
Tender,
4.
The
Conditions of Contract Part II,
5.
The
Conditions of Contract Part I,
6.
Any
other documents forming part of contract.
Susunan dari isi kontrak seperti ya ng tercantum di
atas juga merupakan susunan prioritas, atau hirarki kekuatan hukum dari
kontrak. Misalnya jika terjadi perbedaan pengertian antara Contract Agreement yang berada pada urutan paling atas dengan Letter of Acceptance, maka yang mengikat
adalah yang tercantum pada Contract
Agreement.
Namun dalam pelaksanaan suatu proyek, sering juga
terjadi semacam modifikasi terhadap susunan atau isi dari dokumen-dokumen yang
membentuk kontrak. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi perlunya
kesesuaian dengan kondisi pekerjaan atau proses lelang. Misalnya merupakan hal
yang umum sebelum proses penunjukan pemenang lelang, dilakukan proses negosiasi
atau klarifikasi dengan rekanan yang menempati peringkat teratas pada lelang.
Dengan adanya proses negosiasi dan klarifikasi tersebut maka pada dokumen
kontrak harus dimasukkan dokumen Minutes
of Negotiation and Clarification.
Sebagai contoh misalnya pada kontrak pekerjaan sipil
(Lot-1) di Proyek PLTA Cirata tahap II memiliki susunan sebagai berikut :
1.
The
Contract Agreement,
2.
The
Letter of Acceptance,
3.
The
Minutes of Contract Discussion and Finalization,
4.
The
Clarification Communication (during tender evaluation),
5.
The
Conditions of Contract Part II,
6.
The
Conditions of Contract Part I,
7.
The
Specifications,
8.
The
Drawings,
9.
The
Priced Bill of Quantities and,
10. The Contractor’s Tender.
Secara ringkas isi dari dokumen-dokumen yang
membentuk kontrak tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :
1.
The
Contract Agreement,
Merupakan dokumen induk yang ditandatangani oleh
wakil-wakil yang memiliki wewenang penuh untuk mengikatkan diri pada kontrak atau
perjanjian. Biasanya Contract Agreement ini ditandatangani oleh Direktur utama
atau Direktur. Bisa juga ditandatangani oleh pejabat lainnya, dengan syarat
memiliki wewenang, misalnya General Manager atau Manajer.
2.
The
Letter of Acceptance,
Merupakan pernyataan dari pihak pemberi pekerjaan bahwa
mereka dapat menyetujui harga penawaran
yang disampaikan oleh peserta lelang pada saat proses lelang atau sebagai hasil
negosiasi, dan bermaksud untuk melangkah ke tahap berikutnya berupa
penandatanganan Contract Agreement
antara kedua pihak.
3.
The
Minutes of Contract Negotiation and Clarification,
Bagian ini merupakan risalah rapat negosiasi yang
membahas dokumen penawaran dari peserta tender. Pada tahap pemasukan dokumen penawaran
biasanya peserta lelang memang masih diijinkan untuk menawarkan barang atau
pekerjaan yang spesifikasinya tidak banyak berbeda dengan spesifikasi yang
tercantum pada dokumen lelang. Pada tahap negosiasi dan klarifikasi inilah
dimungkinkan dilakukan perubahan-perubahan yang tidak prinsip (minor deviation) dari spesifikasi teknis
yang tercantum pada dokumen lelang. Adanya perubahan tersebut dicantumkan pada
pada minutes of contract negotiation and
clarification. Minutes tersebut juga mencantumkan penjelasan (clarification) dari peserta lelang.
4.
The
Contractor’s Tender
Bagian ini merupakan penawaran yang diajukan oleh
peserta lelang untuk mengerjakan pekerjaan yang dilelang oleh pemilik. Tawaran
dari peserta lelang ini juga mencakup rincian harga dari masing-masing item
pekerjaan. Disamping itu peserta lelang juga masih diijinkan untuk mengusulkan
adanya perubahan kecil (minor)
terhadap spesifikasi yang tercantum.
Namun sering juga pada kontrak (biasanya dicantumkan
pada Contract Agreement) disebutkan
bahwa dokumen penawaran (The Contractor’s Tender) ini diubah peringkat atau
hirarkinya. Misalnya pada kontrak Lot-1 Proyek PLTA Cirata tahap II di atas,
diletakkan pada bagian terakhir (bawah). Ini memiliki arti bahwa adanya usul
perubahan kecil (minor deviation)
dari peserta lelang, baru akan diakui keabsahannya jika dibahas dan tercantum pada
Minutes of Contract Negotiation and
Clarification. Dengan perubahan seperti ini maka pihak pemilik proyek akan
aman dari kemungkinan terlewatnya pengamatan pada saat mengevaluasi usul
perubahan kecil dari peserta lelang.
5.
The
Conditions of Contract Part II & Part I,
Bagian
ini merupakan syarat-syarat dan kondisi dan kondisi yang berlaku pada kontrak
atau perjanjian. Dimana pada bagian ini diatua apa-apa saja yang menjadi hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang terikat kontrak. Termasuk juga tata
hubungan kerja antara pihak pemilik proyek (employer),
konsultan pengawas (engineer) dan
pelaksana pekerjaan (contractor).
Misalnya pada Conditions
of Contract ini dicantumkan bahwa kontraktor berkewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis dan jangka waktu tertentu.
Engineer berkewajiban untuk mengawasi hasil pekerjaan kontraktor, sedangkan
employer atau pemilik proyek berkewajiban untuk memberikan pembayaran jika
pekerjaan tersebut telah diselesaikan sesuai dengan syarat-syarat yang
tercantum pada kontrak. Semua hal yang terkait dengan hak dan kewajiban
masing-masing pihak tersebut diatur pada pasal-pasal yang tercantum pada bagian
ini secara rinci. Termasuk juga misalnya bagaimana jika terjadi pekerjaan
tambah, perpanjangan waktu, serta ketentuan-ketentuan yang menyangkut masalah
seperti : asuransi, inspeksi pekerjaan, tenaga kerja, keamanan, penghentian
pekerjaan dan sebagainya.
Conditions
of Contract ini biasanya terdiri dari 2 bagian.
Bagian (Part) I biasanya disebut sebagai General
Conditions, merupakan bagian yang telah standard an berlaku umum. Untuk
pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang besar dan terutama pada kontrak
internasional, biasanya dipakai General Conditions yang disiapkan dan disusun
oleh FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Conceil) yang berpusat di
Paris. General Conditions dari FIDIC ini merupakan kondisi kontrak yang paling
luas dipakai saat ini pada pekerjaan-pekerjaan konstruksi di seluruh dunia.
Sedangkan bagian (Part)
II dari Conditions of Contract ini
merupakan Conditions of Particular
Application, merupakan kondisi atau syarat-syarat khusus yang disesuaikan
dengan hukum, peraturan dan kondisi setempat. Pada bagian II ini biasanya juga
mencantumkan perubahan-perubahan pasal-pasal atau klausul-klausul standar yang
tercantum pada Part I (General
Conditions) sesuai dengan keinginan pihak pemilik proyek (owner). Misalnya saja pada pasal yang
mengatur jangka waktu pembayaran yang menurut Clause 60.10 General Conditions harus sudah dibayarkan dalam jangka
waktu 28 hari, bias saja diubah atau diperpanjang sesuai dengan kondisi owner.
Jadi nantinya yang berlaku adalah yang tercantum pada Part I Conditions of Contract (Particular Application), yang dari
segi hukum memiliki hirarki yang lebih kuat dari Part I.
6.
The
Specifications and the Drawings,
Spesifikasi teknik (the Specification) dan
gambar-gambar (the Drawings) adalah bagian yang menjelaskan tentang lingkup
teknis dari pekerjaan yang tercantum pada kontrak harus dilaksanakan oleh
kontraktor. Mengingat fungsinya sebagai penjelasan terhadap lingkup pekerjaan,
maka spesifikasi teknis dan gambar-gambar akan bersifat saling melengkapi
sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Karena memang sifatnya hampir semua
pekerjaan konstruksi atau teknik pada umumnya membutuhkan penjelasan yang
tercantum sekaligus baik pada spesifikasi teknis maupun pada gambar-gambar.
Namun meskipun sifat keduanya saling menjelaskan,
dalam hal terjadi pertentangan antara yang tercantum pada spesifikasi teknik dengan
yang tercantum pada gambar, maka yang tercantum pada spesifikasi teknis (the Specification) akan lebih mengikat
karena hirarkinya lebih tinggi dibandingkan gambar-gambar (the Drawings).
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar