Lautan dapat
menghasilkan aneka sumber energi. Disamping pertambangan minyak di lautan,
dewasa ini orang juga mengembangkan sumber-sumber energi yang dapat
diperbaharui dari potensi lautan (renewable ocean energy).
Untuk itu terdapat 3
jenis sumber energi utama dari lautan yang bersifat terbarukan (renewable),
yaitu :
1.
Konversi Energi Panas
Lautan (Ocean Thermal Energy Conversion, OTEC),
2.
Energi Pasang Surut
(Tidal Energy), dan
3.
Energi Gelombang (Ocean
Wave Energy).
Disamping ketiga jenis
sumber energi utama tersebut di atas, dari lautan juga dapat dikembangkan
energi panas bumi lautan (ocean geothermal, biomassa lautan (marine biomass),
angin lepas pantai (off-shore wind), arus lautan (ocean current), gradien garam
(salinity gradient) serta kolam surya (solar pond).
Konversi
Energi Panas Lautan (OTEC),
Dari berbagai potensi
energi di atas, OTEC merupakan potensi energi yang sangat menarik perhatian.
Prinsip dari pemanfaatan energi pada OTEC adalah berdasarkan terdapatnya
perbedaan temperatur air laut di berbagai lapisannya. Di daerah tropis
misalnya, perbedaan antara suhu air laut di permukaan dan di dasar laut dapat
mencapai sekitar 25 derajat Celcius, yaitu pada kedalaman 500 meter di bawah
permukaan laut. Sehingga jika temperatur di permukaan laut sekitar 35 o C, suhu sebesar 35 oC
tersebut telah dapat dipakai untuk menguapkan suatu cairan yang mempunyai titik
didih yang rendah seperti propane. Uap dari cairan yang menguap tersebutlah
yang mengembang dengan cepat memberikan tekanan yang besar untuk memutar sebuah
turbin. Turbin tersebut kemudian dipakai untuk memutar generator pembangkit
tenaga listrik.
Gagasan untuk
memanfaatkan perbedaan suhu air laut tersebut pertama kalinya diusulkan oleh
Jacques D’Arsonval ,seorang sarjana fisika Prancs, pada tahun 1881. Dalam hal
ini D’Arsoncal menyarankan pmenggunakan panas air laut di permukaan untuk
menguapkan cairan kerja (working fluid) seperti amonia. Sedangkan untuk
mencairkannya kembali, dipompa air dingin ke atas dari kedalaman 1000 meter.
Siklus penguapan dan pencairan kembali tersebut akan berulang. Dalam siklus
tersebut dipakai evaporator (untuk menguapkan) dan Condensor (untuk
mencairkan). Kedua peralatan tersebut dalam ilmu konversi energi biasa disebut
sebagai penukar panas (heat exchanger).
Gambar skematis OTEC |
Konsep OTEC dari
d’Arsonval tersebut pengujiannya dilakukan oleh seorang mahasiswanya ,George
Claude. Sedangkan pada tahun 1930 orang berhasil membuat sebuah pembangkit
tenaga lisrik OTEC berkapasitas 22 kW di lepas pantai Kuba.
Amerika serikat memulai penelitian
OTEC pada tahun 1974, di Pantai Kona, Hawaii. Laboratorium itu merupakan
fasilitas penelitian OTEC terbesar di dunia. Hawaii mempunyai permukaan lautnya yang hangat serta laut dalam
yang dingin sehingga cocok untuk pengembangan
OTEC. Sedangkan Jepang
mengembangkan OTEC di Nauru yang menghasilkan 120 kW listrik. Untuk
meningkatkan efisiensinya pembangunan instalasi OTEC direncanakan dapat
dikembangkan bersama proyek-proyek lain seperti
budidaya lautan dan penyediaan air
tawar.
Energi
Pasang Surut (Tidal Energy
Energi pasang surut
memanfaatkan sifat lautan yang tinggi permukaannya berbeda pada waktu pasang
dan pada waktu surut. Di Prancis, Rusia, Inggris dan Kanada, misalnya,
diketahui perbedaan tersebut mencapai 10-16 meter dan terjadi 2 kali setiap
harinya. Secara umum agar suatu
daerah dapat dimanfaatkan atau dibangun pembangkit listrik tenaga pasang surut
(PLTPS) adalah jika terdapat perbedaan antara pasang dan surut minimal 7 meter.
Setelah diperoleh lokasi dengan yang memenuhi
syarat beda ketinggian tersebut, maka dicari semacam teluk yang dibuat
bendungan di mulutnya sehingga terbentuk waduk penampung air laut. Waduk
tersebut dilengkapi dengan saluran untuk menerima air pada saat pasang dan
dilengkapi pintu. Pada saat pasang air dari laut mengalir ke waduk tersebut
melewati turbin air (sama seperti PLTA) dan menggerakkan generator dan
menghasilkan listrik. Demikian juga pada saat surut air kembali ke laut dan
menggerakkan turbin.
Dewasa ini Pusat
Listrik Tenaga Pasang Surut (Tidal Power Plant) di Muara Sungai La Rence,
Prancis, berkapasitas 240 MW dan mulai beroperasi pada tahun 1966. Beda ketinggian antara pasang dan surut adalah 8 m.
Sedangkan PLTPS terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia,
Kanada dengan kapasitas 16 MW (dari www.
ASELI). PLTPS ini menghasilkan listrik sebesar 30 juta kWh per tahun
dengan beda ketinggian 10,3 meter. PLTPS lain dengan kapsitas yang lebih kecil
di Kislaya Bay, Rusia (0,4 MW beda tinggi air 2,4 m) dan Jiangxia , China ( 3,2
MW, beda tinggi 7,1 m).
skematis PLTPS La Rance |
Energi
Gelombang (Ocean Wave Energy).
Sedangkan pemanfaatan
energi gelombang lautan bertitik tolak
dari terdapatnya gerak air laut yang bergelombang. Gerak gelombang tersebut
dapat dikonversikan (diubah) menjadi gerak translasi naik turun, yaitu dengan
memakai mekanisme beban dan rakit. Rakit dihubungkan dengan suatu kabel yang
melewati katrol dengan beban pemberat. Katrol tersebut digantung pada sebuah
dok tetap, sehingga dengan adanya gerak vertikal naik turun dari rakit, katrol
akan berotasi (berputar pada sumbunya), yang selanjutnya dihubungkan untuk
menggerakkan generator listrik.
Masalah utama dalam
pemanfaatan energi gelombang tersebut terletak pada masalah sukarnya
penyimpanan energi yang dihasilkan. Disamping itu juga sejauh ini tingkat
efisiensi yang dicapai oleh peralatan pengubah energi (converter) masih sangat
rendah. Meskipun konsep sistem nya cukup sederhana, namun mewujutkannya dalam
rancangan teknik dan instalasi di lapangan tidak mudah.
Berdasarkan sejarah, pemanfaatan PLTGL telah
dilakukan sejak abad ke-18 oleh Girard
dan anaknya dari Prancis. Selanjutnya pada 1919, Bochaux-Praceique telah
memanfaatkan gelombang laut untuk menggerakkan alat pembangkit listrik untuk penerangan
rumahnya di Royan, Prancis.
Secara global penelitian dan pemanfaatan potensi energy gelombang
laut cukup banyak dilakukan. Di Inggris misalnya antara tahun 1855 sampai 1973
tercatat sekitar 340 paten mengenai teknologi pemanfaatan gelombang laut. Dari berbagai teknologi pemanfaatan gelombang
laut tersebut tercatat 2 teknologi yang banyak dikembangkan, yaitu teknologi
Oscillating Water Column dan teknologi Tapered Channel (Tapchan).
Oscillating Water Columb |
Teknologi Tapered Channel |
Pada teknologi oscillating water column. pembangkitan
tenaga listrik dengan melalui 2 tahapan proses. Tahapan pertama, gelombang laut
datang menekan udara pada kolom air yang diteruskan ke kolom atau ruang
tertutup yang terhubung dengan turbin generator, tekanan udara tersebut
menggerakkan turbin generator dan menghasilkan listrik. Selanjutnya saat gelombang laut meninggalkan
kolom air, akan diikuti oleh gerakan menghisap udara dan juga menggerakkan
turbin generator pembangkit listrik.
Pada teknologi Tapered Channel (Tapchan), gelombang
laut yang datang disalurkan memasuki sebuah saluran runcing yang berujung pada
sebuah bak penampung yang diletakkan pada sebuah ketinggian tertentu. Air laut
yang berada pada bak penampung dikembalikan ke laut melalui saluran yang
terhubung dengan turbin generator penghasil energi listrik. Adanya bak
penampung maka air penggerak turbin dapat beroperasi secara terus menerus meskipun
besar gelombang laut berubah-ubah.
Prospek Pengembangan
Bagi
Indonesia potensi untuk dapat memanfaatkan sumberdaya energy lautan di masa
mendatang cukup memperlihatkan prospek yang baik. Hal itu mengingat Indonesia adalah Negara
dengan lebih dari 13.000 buah pulau, serta sebagian besar wilayah yang terdiri
dari lautan. Panjang garis pantai Indonesia adalah sebesar 81.000 km.
Untuk
mengembangkan OTEC misalnya persyaratan beda suhu sebesar 20 0
C akan mampu dipenuhi Indonesia yang
terletak antara 6 0 Lintang Utara dan 11 0 Lintang Selatan, karena air di
permukaan laut yang panas di wilayah antara 30 0 LU dan 30 0 LS umumnya dapat
mempunyai perbedaan suhu sampai 20 0 C dengan suhu di kedalaman. Disamping itu
syarat OTEC yang mengharuskan terletak tidak jauh dari pantai juga dapat
dipenuhi. Sejauh ini daerah-daerah yang diketahui memiliki potensi untuk
pengembangan OTEC adalah : Lautan Hindia, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu,
Laut Sulawesi, Laut Maluku , serta Lautan Pasific di Utara Papua.
Potensi
lainnya adalah pada pengembangan energy pasang surut. Di sejumlah lokasi
perairan Indonesia terdapat beberapa tempat yang memenuhi persyaratan beda
ketinggian antara saat pasang dan saat surut sebesar 5 meter, antara lain :
Pantai Selatan Jawa, Bagan Siapi-api, Teluk Palu, Teluk Bima dan Papua.
Jakarta, 13 Februari 2013
---------------------------