Rabu, 30 April 2014

MANAJEMEN SISI PERMINTAAN

Silahkan Klik Topik Lainnya :


Ada dua istilah yang saling terkait dalam proses penyediaan dan pendistribusian tenaga listrik ke konsumen , yaitu  Manajemen Sisi Pasokan (Supply Side Management) dan Manajemen Sisi Permintaan (Demand Side management). Manajemen sisi pasokan adalah cara suatu perusahaan untuk dapat menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar atau customer. Sedang manajemen Sisi permintaan mengatur agar perilaku konsumen dapat diarahkan agar sesuai dengan pola yang diinginkan oleh penyedia tenaga listrik.
Untuk menjelaskan definisi Manajemen Sisi Pasokan, kita dapat mulai dengan melihat praktek yang lazim ditemui sehari-hari. Suatu perusahaan pada umumnya selalu melihat kondisi pasar untuk menghasilkan produk yang sesuai untuk dijual. Misalnya dengan melakukan survey, produsen dapat melihat besar potensi pasar yang dapat menyerap produk yang akan dihasilkan. Setelah melihat berapa besar potensi pasar yang dapat menyerap produk tertentu, perusahaan menghitung berapa kemampuannya untuk memproduksi, serta memperhitungkan kekuatan pesaing (competitor). Dengan adanya data tersebut, perusahaan berusaha melakukan pengaturan (“manajemen”) agar dapat memasok kebutuhan pasar secara efisien dan menguntungkan. Cara-cara perusahaan melakukan pengaturan produksi agar menghasilkan produk sehingga sesuai kebutuhan pasar disebut sebagai “Manajemen Sisi Pasokan” (Supply Side Management).
Contoh dari “Manajemen Sisi Pasokan” tersebut bagi PLN adalah melakukan pengaturan pengoperasian berbagai pusat pembangkit untuk memenuhi permintaan konsumen setiap saat. Sehingga diperoleh suatu kemampuan untuk memenuhi permintaan beban yang senantiasa berfluktuasi, secara ekonomis dan andal. Misalnya pengoperasian PLTU Batubara untuk memikul beban dasar, dan pengoperasian PLTA dan PLTG untuk memenuhi kebutuhan beban puncak.


Gardu induk 500 kV
Manajemen Sisi Permintaan :
Selain pengaturan sisi pasokan, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berfluktuasi setiap saat, suatu perusahaan juga perlu melakukan pengaturan atau manajemen untuk mempengaruhi pola konsumsi dari konsumennya. Hal tersebut dilakukan agar proses produksi lebih efisien dan efektif tanpa merugikan konsumen. Pola pengaturan untuk mempengaruhi pola konsumsi dari konsumen tersebut disebut sebagai Manajemen Sisi Permintaan.
Beberapa contoh yang bisa lihat dari penerapan Manajemen Sisi Permintaan, misalnya perusahaan telepon selular yang member reduksi tarip pada malam hari atau hari libur dengan berbagai variasinya sehingga pada periode tersebut sangat murah, bahkan dikesankan sebagai gratis. Pertimbangan untuk melakukan reduksi tarip pada malam hari atau hari libur tersebut adalah karena pada periode tersebut kapasitas saluran telepon selular tersebut sangat sedikit terpakai, padahal biaya operasionalnya tetap, agar kapasitas yang ada dapat dimanfaatkan, maka tarip telekomunikasi pada jam-jam tersebut diturunkan. Dengan demikian sebagian “traffic percakapan” yang tidak dapat terlayani pada jam sibuk, dapat beralih ke periode “luar waktu beban puncak”.
Supermarket atau mal juga sering melakukan kiat pemasaran untuk mengatur permintaan dari konsumen. Misalnya member diskon kepada konsumen pada tanggal “tua” setiap bulannya, atau di tengah-tengah minggu (week day), bahkan saat ini di kota-kota besar sudah umum ada promo tengah malam dengan diskon gila-gilaan.
Perusahaan kereta api beberapa tahun yang lalu memberikan tarip yang murah untuk para pemudik yang melakukan perjalanan mudik jauh hari sebelum lebaran, misalnya dua minggu sebelum lebaran, atau yang balik jauh hari sesudah lebaran (sesuadah H + 14). Kiat tersebut berhasil mengurangi kepadatan penumpang pada “periode puncak” sekaligus mengisi kekosongan gerbong yang sering terjadi  di luar periode puncak.
Manajemen Sisi Permintaan pada Perusahaan Listrik
Memang kalau kita perhatikan dari contoh-contoh di atas, umumnya pengaturan “Manajemen Sisi Permintaan” dilakukan dengan cara menjual suatu produk dengan harga yang berbeda antara periode biasa dengan periode puncak. Dengan kiat tersebut perusahaan dapat “menjual” kelebihan kapasitas produksi yang berlebihan pada masa di luar beban puncak. Sehingga dapat menjual lebih banyak produk dan menambah keuntungan.
Pada awalnya “Manajemen Sisi Permintaan” tidak populer penerapannya pada perusahaan listrik yang merupakan “public utility” murni yang bersifat monopoli dan tidak terdapat rangsangan untuk berkompetisi. Namun dengan semakin kompetitifnya iklim bisnis dewasa ini maka setiap perusahaan, termasuk perusahaan “monopoli” harus berkompetisi agar dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Untuk dapat melaksanakan Manajemen Sisi Permintaan maka dilakukan pengaturan tarip.
Struktur Tarip
Tarip merupakan instrument terpenting dalam pelaksanaan Manajemen Sisi Permintaan. Karena hanya dengan adanya pengaturan tarip yang berbeda maka akan dapat mengubah perilaku konsumen sehingga dapat mengikuti scenario yang disiapkan. Yang pada gilirannya perilaku konsumen tersebut dapat menimbulkan efisiensi sehingga menambah profit atau keuntungan.
Namun disamping berfungsi sebagai instrument utama untuk mengarahkan perilaku konsumen agar timbul efisiensi perusahaan dan meningkatkan laba, tarip juga sering dipakai sebagai instrument pemerataan. Yaitu dengan mekanisme subsidi silang sehingga masyarakat yang tergolong pada kelas ekonomi lemah terbantu dengan membayar tarip yang murah dibanding masyarakat yang lebih mampu.
Berikut adalah beberapa pola struktur tarip yang umum diterapkan perusahaan listrik kepada konsumennya :
a.   Tarip Dua-Bagian
Pada struktur tarip ini, konsumen membayar tarip yang dibagi atas 2 bagian. Bagian pertama adalah biaya tetap, sedangkan yang kedua merupakan perkalian antara jumlah pemakaian listrik (kWh) dengan harga listrik per kWh yang tetap.Struktur tarip seperti ini biasanya dirancang agar harga yang dibayarkan konsumen mendekati harga atau biaya produksi. Yaitu ada biaya langsung dan biaya tidak langsung.
b.   Tarip Menurun sesuai Pemakaian
Pada struktur tarip ini harga yang dibayar konsumen akan turun per kWh nya jika pemakaian mencapai jumlah tertentu.
Struktur tarip ini akan mendorong konsumen untuk meningkatkan konsumsi karena dengan naiknya konsumsi maka biaya pemakaian listrik per kWh turun.
c.    Tarip Meningkat sesuai Pemakaian.
Pada struktur tarip ini, tarip per kWh akan meningkat jika pemakaian listrik meningkat.
Contoh :
-          Tarip tetap  =  Rp 100.000,- per bulan
-          Pemakaian per kWh :
·   Rp 700,- per kWh sampai 1.000 kWh
·   Rp 1.000,- per kWh untuk pemakaian di atas 1.000 kWh
Struktur tarip ini biasa dipakai sebagai instrument social atau untuk melakukan subsidi silang. Untuk konsumen yang pemakaiannya kecil taripnya lebih kecil, sedangkan konsumen besar beban tarip meningkat. Namun dari sisi efisiensi ekonomi, pemberian subsidi silang dengan mekanisme tarip ini dapat memberikan distorsi dalam peningkatan perekonomian, sehingga harus dilakukan secara terukur untuk mencapai hasil yang optimal.
d.   Tarip Luar Waktu Beban Puncak.
Tarip yang berbeda antara waktu beban puncak dengan di luar waktu beban puncak merupakan prinsip utama dalam manajemen sisi permintaan. Dengan adanya tarip yang berbeda tersebut pola pemakaian listrik konsumen dapat diatur sesuai pola yang akan meningkatkan efisiensi pasokan listrik.
e.    Struktur Tarip Lain.
Disamping beberapa struktur tarip di atas, masih terdapat lagi beberapa variasi tarip yang bertujuan untuk mengatur perilaku konsumen sehingga efisiensi pembangkit listrik dapat meningkat. Diantara jenis-jenia struktur taip lainnya adalah sebagai berikut :
-    Tarip penghematan, dengan memberi discount bagi konsumen yang tidak mengkonsumsi listrik pada waktu tertentu.
-    Tarip pengaturan, dengan cara member discount untuk pemakaian sesuai pola yang ditentukan.
-    Tarip kogenerasi, untuk konsumen yang pada waktu tertentu menjual kelebihan daya  listriknya.
Penutup
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa manajemen sisi permintaan merupakan metode pengaturan dari perusahaan listrik untuk mengarahkan pola penggunaan listrik oleh konsumen sehingga sesuai pola yang akan meningkatkan efisiensi produksi tenaga listrik.
Selain sebagai alat untuk mengatur pola penggunaan listrik dari konsumen, tarip juga berfungsi social, dengan mekanisme subsidi silang sehingga dapat membantu masyarakat yang kurang mampu dengan tarip listrik per kWh yang lebih murah. Namun pemberian subsidi silang dengan mekanisme tarip tersebut harus dilakukan secara terukur agar tidak menambah inefisiensi pada penyediaan tenaga listrik.
------------------------------
Tulisan Terkait Lain :

Selasa, 15 April 2014

PEMBANGUNAN PLTU MULUT TAMBANG

Silahkan Klik Topik Lainnya :


Pada tanggal 19 Maret 2014 Direktorat Pengadaan PT PLN menyelenggarakan Forum Investor yang memaparkan daftar proyek-proyek IPP yang akan dilelang pada tahun 2014. Terdapat 6 proyek IPP yang akan ditawarkan kepada investor pada tahun 2014 ini, yaitu 5 proyek PLTU dan 1 Proyek PLTG.
  1. PLTU Mulut Tambang Sumsel 1, kapasitas 2 x 300 MW.
  2. PLTU Mulut Tambang Sumbagsel 1, kapasitas 2 x 150 MW
  3. PLTU Meulaboh 3 & 4, kapasitas 2 x 200 MW.
  4. PLTU Bengkulu, kapasitas 2 x 100 MW
  5. PLTU Jambi, kapasitas 2 x 400 MW
  6. PLTG Beban Puncak Bangka, kapasitas 100 MW.
Hal yang menarik, dari 6 pembangkit yang ditawarkan untuk dibangun swasta tersebut, 5 pembangkit diantaranya PLTU Batubara. Terdiri dari 3 PLTU Konvensional dan 2 PLTU Mulut Tambang. Pembangkit-pembangkit listrik yang ditawarkan kepada swasta tersebut diharapkan dapat beroperasi (COD) antara tahun 2018 sampai 2020.
PLTU Ombilin 2 x 100 MW

Apa yang membedakan PLTU yang konvensional atau PLTU yang sudah umum dan banyak beroperasi di Indonesia  dengan PLTU Mulut Tambang ?
Secara umum sebagian besar PLTU Batubara dibangun mendekati Pusat Beban, atau dekat pada jaringan transmisi yang akan menyalurkan energy listriknya ke pusat beban (konsumen). Misalnya berbagai PLTU Besar yang dibangun di Pulau Jawa. PLTU Suralaya di Banten dibangun di pinggir pantai di ujung Barat Pulau Jawa. Kapasitas total PLTU Suralaya adalah sebesar 3.400 MW yang terdiri dari 4 unit dengan kapasitas masing-masing 400 MW dan 3 unit berkapasitas 600 MW. Belakangan mulai tahun 2007 sebagai bagian dari Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW, pada lokasi yang sama dibangun PLTU Suralaya unit 8 yang berkapasitas 625 MW. PLTU Suralaya unit 8 tersebut mulai beroperasi pada bulan Agustus 2011.
Seperti PLTU Suralaya, berbagai PLTU yang menjadi tulang punggung system kelistrikan di Pulau Jawa dibangun sepanjang Pantai Utara yang merupakan sebaran pusat beban utama di Pulau Jawa. Misalnya PLTU Paiton di Jawa Timur, PLTU Tanjung Jati, PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Pacitan.
Pasokan batubara yang merupakan bahan bakar PLTU tersebut berasal dari tambang-tambang batubara di Sumatra dan Kalimantan, yang diangkut dengan tongkang-tongkang. Hal tersebut karena pulau Jawa merupakan pusat beban listrik terbesar di Indonesia, namun tidak memiliki tambang batubara.
Bukan hanya di Indonesia saja PLTU dibangun jauh dari lokasi tambang, di berbagai belahan dunia PLTU juga dibangun dekat dengan konsumen. Karena bahan bakar dapat didatangkan dari daerah yang jauh, bahkan dari luar negeri. Sebagai contoh batubara Indonesia dari Sumatra dan Kalimantan banyak diekspor ke berbagai Negara, seperti China, Jepang, Korea, India dan Taiwan (merupakan tujuan ekspor batubara terbesar Indonesia)  untuk memasok bahan bakar pada berbagai PLTU Negara-negara pengimpor tersebut.
PLTU Mulut Tambang
Sekarang, disamping PLTU konvensional yang dibangun dekat dengan pusat beban dan jaringan transmisi, juga dibangun pembangkit listrik jenis PLTU Mulut Tambang. Definisi PLTU Mulut tambang adalah PLTU dibangun berdekatan dengan tambang batubara yang menjadi sumber bahan bakarnya. Dengan dibangunnya PLTU pada lokasi yang berdekatan dengan lokasi tambang batubara maka biaya transportasi batubara lebih murah, demikian juga keandalan pasokan bahan bakar akan lebih baik.
Sebenarnya, meskipun tidak sebanyak PLTU konvensional yang jauh dari tambang batubara, di Indonesia juga telah dibangun beberapa PLTU jenis Mulut Tambang, misalnya PLTU Ombilin  di Sawah Lunto, Sumatra Barat dengan kapasitas 2 x 100 MW yang beroperasi sejak tahun 1996. Disamping itu juga ada PLTU Bukit Asam di Muara Enim, Sumatra Selatan kapasitas 4 x 65 MW yang beroperasi sejak 1987 (unit 1 dan 2), 1994 (unit 3) dan 1995 (unit 4).
Survey PLTU Mulut Tambang Sumsel 2011
 Sekarang apa pertimbangan yang membuat pembangunan PLTU di dekat tambang batubara lebih menarik dibandingkan sebelumnya. Yang pertama adalah dengan murahnya biaya transportasi. PLTU Mulut tambang berarti batubara yang diproduksi dari tambang, langsung dipakai sebagai bahan bakar PLTU yang letaknya sangat berdekatan. efisiensi pada biaya transportasi sangat penting, khususnya jika batubara yang tersedia dari jenis kalori rendah, seperti banyak terdapat di Sumatra Selatan. Batubara kalori rendah tersebut kurang laku dijual karena tidak ekonomis jika di bawa ke lokasi PLTU yang jauh, seperti ke luar pulau atau Negara lain.
Faktor lain yang paling berpengaruh sehingga dibangun PLTU Mulut Tambang adalah terdapatnya jaringan transmisi dan pusat beban yang akan menyerap produksi listrik dari PLTU tersebut. Saat ini jaringan transmisi di Sumatra Selatan telah banyak dibangun untuk menyalurkan listrik ke Sumatra bagian Tengah dan Sumatra Bagian Utara, bahkan direncanakan transmisi antara Pulau Sumatra dan Pulau Jawa juga dibangun sehingga energy dari Sumatra Selatan dapat dikirim dalam bentuk listrik ke pulau Jawa. Hal tersebut akan menghemat banyak biaya transportasi batubara, yang saat ini harus diangkut dengan truk dan kereta api, dan selanjutnya harus disambung dengan tongkang.
Persyaratan PLTU Mulut Tambang
Berbeda dengan PLTU konvensional yang dapat dibangun di dekat pusat beban dengan berbagai alternative lokasi yang dapat dipilih yang paling cocok. PLTU Mulut Tambang harus dibangun dekat dengan lokasi tambang, sehingga hanya akan cocok dibangun dekat tambang, namun harus memenuhi persyaratan yang diperlukan oleh PLTU.
Persyaratan pertama adalah tersedianya bahan bakar yang cukup, artinya pada lokasi tambang tersebut tersedia deposit batubara yang dengan jumlah dan kualitas tertentu. Misalnya jika PLTU berkapasitas 2 x 150 MW, capacity factor 0,80, nilai kalor batubara 4.000 kcal/kg, serta heat rate pembangkit 2.700 kcal/ kWH, maka dalam setahun akan membutuhkan batubara sebanyak 1,42 juta ton. Dikalikan dengan masa operasi 30 tahun misalnya, maka deposit batubara yang tersedia minimal sebanyak 42,6 juta ton.
PLTU mulut tambang biasanya juga harus didesain khusus menyesuaikan dengan nilai kalori batubara yang tersedia. Jika nilai kalor batubara yang ada lebih rendah lagi, misalnya hanya 3.000 kcal/kg, maka disamping batubara yang diperlukan lebih banyak, maka desain PLTU juga harus menyesuaikan. Misalnya dengan memakai alat pengering batubara (coal drier).
Sungai Lematang
PLTU juga memerlukan pasokan air pendingin serta air untuk uap dan air bersih. Dengan demikian lokasi PLTU tersebut harus dekat dengan sungai besar atau tepi laut. PLTU dengan kapasitas 300 MW misalnya harus tersedia air pendingin sebanyak 50.000 m3/jam, yang harus tersedia sepanjang tahun, baik saat musim hujan maupun kemarau. Di Sumatra Selatan, di sekitar daerah Prabumulih dan Muara Enim terdapat Sungai Lematang yang airnya cukup besar.
Terakhir sebagaimana juga pembangkit lainnya, memerlukan tersedianya jaringan transmisi untuk menyalurkan energy listrik, serta dengan mempertimbangkan aspek social ekonomi dan kelayakan lingkungan.


Jumat, 11 April 2014

SISTEM TENAGA LISTRIK

Silahkan Klik Topik Lainnya :



Energi menempati peringkat yang sangat penting sebagai kebutuhan umat manusia.. Sejak berabad-abad yang lalu setiap individu, kelompok maupun negara berjuang untuk memenuhi kebutuhannya akan energi. Hal tersebut mengakibatkan energi semakin langka dan harganya meningkat terus.
Salah satu bentuk energi yang sangat mudah dimanfaatkan adalah listrik. Energi listrik ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia , mulai dari lingkungan rumah tangga sebagai alat penerangan, peralatan rumah tangga seperti pompa, kipas angin, rice cooker, air condition, radio, TV, computer, alat hiburan,  sampai di pabrik-pabrik dan industry, transportasi, kesehatan, pertanian, komunikasi, dan berbagai bidang lain.
Bagaimana berbagai bentuk energi tersebut diubah menjadi listrik dan kemudian sampai ke tangan konsumen ? Proses tersebut dilakukan dalam sebuah kegiatan yang disebut dengan system tenaga listrik (Electric Power System).
Sistem Tenaga Listrik  adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan lainnya oleh jaringan transmisi dengan pusat beban atau jaringan distribusi.
Sistem Tenaga Listrik terdiri atas 3 Sub-sistem :
a.    Sub-sistem Pembangkitan
b.   Sub-sistem Transmisi
c.    Sub-sistem Distribusi
Penyampaian Listrik ke Konsumen

a.       SUB-SISTEM PEMBANGKITAN :
Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik berfungsi membangkitkan energi listrik melalui berbagai macam pembangkit tenaga listrik  (PLTA, PLTU, PLTD, PLTP, PLTG, dsb). Pada Pembangkit Tenaga Listrik ini sumber-sumber energi alam dirubah oleh penggerak mula menjadi energi mekanis yang berupa kecepatan atau putaran, selanjutnya energi mekanis tersbut di rubah menjadi energi listrik oleh generator.
Proses perubahan energi primer menjadi  listrik pada pembangkit adalah sebagai berikut :
1.   Pada PLTU : Bahan bakar yang berasal dari fossil : batubara, minyak bumi, gas alam, dipakai sebagai bahan bakar untuk memanaskan air dan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin uap.
2.   Pada PLTD atau PLTG : Bahan bakar minyak atau gas alam dipakai untuk menggerakkan mesin diesel atau turbin gas.
3.   Pada PLTN : bahan galian uranium atau  thorium, menghasilkan reaksi yang mengeluarkan panas dan memproduksi uap air untuk memutar turbin uap.
4.   Pada PLTA : energi potensial air diubah menjadi energi kinetic dan selanjutnya energi mekanik memutar turbin air.
5.   Pada PLTB (Bayu) : Tenaga angin dipakai untuk memutar turbin.
6.   Pada PLTS (Surya) : Sinar matahari pada sel fotovoltaik menghasilkan arus listrik.

b.      SUB-SISTEM TRANSMISI
Sub-Sistem Transmisi berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban melalui saluran transmisi. Agar rugi-rugi energi listrik (losses) berkurang, maka energi listrik tersebut ditransmisikan dengan saluran transmisi tegangan tinggi (150 kV) maupun tegangan ekstra tinggi(500 kV).
Untuk itu sebelum ditransmisikan, tegangan listrik  terlebih dahulu dinaikkan pada trafo penaik tegangan (step-up transformer). Saluran transmisi tegangan tinggi di PLN kebanyakan mempunyai tegangan 66 kV, 150 kV dan 500 kV (SUTET). Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa kabel tanah, atau kabel laut. Misalnya yang menghubungkan pulau Jawa dan Madura, serta antara pulau Jawa dan Bali adalah kabel laut 150 kV. 
Jaringan Jawa Bali Madura (status 2010)
c.       SUB- SISTEM DISTRIBUSI
Sub-Sistem Distribusi berfungsi mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen ( pabrik, industri, perumahan dan sebagainya).  Listrik yang berasal dari saluran transmisi dengan tegangan Tinggi atau Ekstra Tinggi, pada pada gardu induk diubah menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer, yang selanjutnya diturunkan lagi menjadi tegangan rendah untuk konsumen
Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 kV. Sedangkan tegangan rendah adalah 380/220 V.
Jaringan antara pusat listrik dengan GI disebut jaringan transmisi. Sedangkan setelah keluar dari GI biasa disebut jaringan distribusi,. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah 380/220 Volt , kemudian disalurkan ke rumah-rumah pelanggan (konsumen) PLN melalui sambungan rumah.
Namun untuk Pelanggan-pelanggan dengan daya besar seperti pabrik-pabrik, listrik tidak disalurkan lewat jaringan tegangan rendah, melainkan disambung langsung pada jaringan tegangan menengah, bahkan ada pula yang disambung pada jaringan transmisi tegangan tinggi, untuk daya yang lebih besar.
------------------------------ 
Tulisan Terkait Lain :